Laporan tersebut, nantinya akan dikaji dan dipelajari kebenarannya. Termasuk mencari bukti-bukti pendukungnya. Jika terbukti kebenarannya, kata Dewi, dalam UU Pilkada tidak dijelaskan secara detail implikasinya.
Namun, kalaupun tidak bisa dijerat melalui UU Pilkda, calon yang dimaksud bisa dikenakan sejumlah pasal dalam Pidana umum yang diatur dalam KUHP. Seperti pemberian informasi palsu atau penyampaian dokumen palsu. “Tentu akan dilanjutkan ke kepolisian untuk diproses pidana umum,” imbuhnya.
Meski hanya pidana umum, tapi bukan berarti tidak berdampak pada pencalonannya. Kalau proses penanganan perkara di kepolisian dan kejaksaan cepat, bukan tidak mungkin tindakan tersebut bisa mengancam nasibnya di Pilkada. Pasalnya, jika sudah ada keputusan inkerah yang menyatakan calon tersebut bersalah, maka secara otomatis dididkualifikasi.
“Ketika ada putusan calon yang inkerah, dia bisa dibatalkan,” kata mantan Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah tersebut.
Anggota Komisi II Achmad Baidowi mengatakan, semua peserta pilkada harus jujur dalam melaporkan harta kekayaannya. Jangan memanipulasi angka dalam laporan itu. Sebab, mereka sendiri yang akan dirugikan. “Calon yang bohong dengan LHKPN, maka akan terdegradasi secara moral,” ucapnya kepada Jawa Pos kemarin.
Tentu, lanjut dia, laporan yang masuk akan diverifikasi oleh KPK. Jadi, akan diketahui apa harta itu sesuai atau tidak. Komisi antirasuah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengecekan terhadap kekayaan yang dilaporkan.
Wakil Ketua Komisi II Fandi Utomo menerangkan, dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada, setiap peserta harus melaporkan harta kekayaannya. Namun, aturan itu tidak menyebutkan ketentuan isi LHKPN. “Tanda terima laporan LHKPN yang harus diserahkan,” ucap dia. Jika sudah menyerahkan tanda terima, maka salah satu syarat pencalonan sudah terpenuhi.
Terkait dengan untuk memastikan apakah laporan itu dilakukan secara jujur atau tidak, hal itu bukan ranah KPU. Menurut dia, penyelenggara pemilu tidak mempunyai kompetensi untuk melakukan verifikasi kebenaran calon pejabat publik yang ikut dalam pesta demokrasi.
Walaupun dalam undang-undang tidak diatur secara detail, namun Fandi mengajak semua pihak untuk mewujudkan pilkada yang berintegritas. Sebuah pemilihan calon pemimpin yang berkualitas.
(far/tyo/lum)