Depati Parbo dan Hikayat Perang Kerinci

Kamis 01-03-2018,00:00 WIB

Dalam Pertempuran Lolo, menurut cerita rakyat yang terus hidup hingga hari ini, terkenal seorang perempuan yang menjaga pintu gerbang.

Dia membunuh seorang kapten Belanda dan beberapa orang opsirnya sebelum akhirnya gugur kena tembak.

Namanya Fatimah. Perempuan yang senantiasa lantang menyatakan, “lebih baik mati berkalang tanah, dari pada hidup terjajah.”

Menurut sejarawan Iskandar Zakaria, Fatimah adalah adik istri Depati Parbo.

Dirawikan pula, dalam Pertempuran Lolo, Depati Parbo berjibaku dengan keris di kiri, pedang di kanan. Banyak sudah pasukan Belanda yang mati di tangannya.

Belanda terus mendatangkan pasukan dari dusun-dusun lain. Pasukan Depati Parbo pun menyingkir, dan kembali membangun kekuatan baru untuk perang gerilya.

Ini membuat Belanda gusar. Bagi Belanda, sebelum Depati Parbo ditangkap, Perang Kerinci belum selesai.

Berunding

Seperti di banyak tempat di Indonesia, Belanda mengundang lawannya berunding. Cara curang untuk menangkap mangsa. Begitu pula jurus yang dimainkannya menghadapi Depati Parbo.

Tapi, tak berhasil. Depati Parbo tak menggubris undangan Belanda.

Eh, Belanda malah menangkapi keluarga Depati Parbo. Kali ini undangan disertai ancaman. Jika tak mau berunding, seluruh keluarganya akan dibunuh. Depati Parbo pun turun ke dusun.

Sesampai di dusun, “bukan meja perundingan yang dihadapi, melainkan tangan diborgol. Ditangkap. Kemudian dibuang ke Ternate, Maluku,” ungkap Pak Is.

22 Tahun lamanya dia di Maluku. Di pembuangan ia dikenal sebagai dukun. Dia pernah mengobati anak assisten residen.

Pada 1926 dia dipulangkan ke Kerinci setelah dimohonkan surat langsung oleh Residen Ternate.

Sesampai di kampung dia disambut sebagai pahlawan perang. Begitu cerita yang didulang Pak Is dari rakyat Kerinci saat melakukan riset tentang perjuangan Depati Parbo pada 1970-an.

Tags :
Kategori :

Terkait