Bahas Pemenangan Pemilu di Istana Dinilai Blunder

Minggu 04-03-2018,00:00 WIB

JAKARTA – Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan sejumlah pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/3) lalu terus menjadi sorotan. Apalagi, pertemuan itu memberbicakan soal strategi pemenangan pemilu 2019.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menilai, pertemuan di Istana sebagai penyalahgunaan kekuasaan. Sebab, sangatlah tidak etis, jika istana yang notabene fasilitas negara digunakan untuk hal yang sifatnya kepentingan politik golongan. “Kok istana dipergunakan untuk membicarakan tentang kiat-kiat pemilu,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, kemarin (3/3).

Dibanding membicarakan pemilu, lanjutnya, ada baiknya fasilitas negara digunakan untuk menyelesaikan persoalan negara. Seperti melemahnya rupiah, turunnya daya beli masyarakat dan lain sebagainya. “Harusnya kan membahas bagaimana supaya rupiah gak ke 14 ribu,” sindirnya.

Peristiwa itu, lanjutnya, bisa menjadi preseden buruk. Terlebih, hal itu dilakukan oleh seorang kepala negara. Bukan tidak mungkin, praktik serupa bisa terjadi di kemudian hari. Oleh karenanya, meski pemilu sudah dekat, dia meminta pemerintah bisa fokus menyelesaikan tugasnya.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, sebetulnya, presiden boleh mengundang siapapun ke istana. Hanya saja, etikanya, hanya untuk membicarakan persoalan kenegaraan. “Kalau di luar kenegaraan sebaiknya tak dilakukan di dalam jam kerja dan menggunakan fasilitas negara,” ujarnya.

Di sisi lain, lanjutnya, kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi PSI. Andaikan Partai yang dipimpin Grace Natalie itu bersikap sewajarnya, Hendri menilai kegaduhan semacam ini tidak akan terjadi. “Kan gara-gara PSI yang terlalu senang bangga, saat diundang presiden dia merasa harus diumumkan dan menjadi aneh,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Sekjen PDIP Eriko Sotarduga menilai pertemuan tersebut sebagai hal yang biasa. Sebagai kepala negara, perlu juga presiden melakukan komunikasi dengna para pemuda seperti pengurus PSI. selama ini, Jokowi juga sering berkomunikasi dengan partai lainnya. “Tapi kan kan orang muda kadang-kadang menyampaikan bahwa ini adalah suatu pendukungan (dari presiden),” ujarnya.

Dia menduga, kegaduhan muncul karena memang ada pihak yang mempolitisasi dengan memunculkan pandangan yang keliru. Eriko mencontohkan, jika yang diundang ke istana adalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, maka kegaduhan tidak akan muncul. “Sekarang begini, bagaimana kalau kemudian yang datang itu Pak Prabowo ke Jokowi. Ada masalah kah? Kan tidak,” imbuhnya.

(far)

Tags :
Kategori :

Terkait