Selain itu, potensi raibnya dana nasabah bisa jadi karena penjualan data nasabah. Dia menyebutkan hal itu mungkin saja terjadi lagi lantaran sebelumnya pernah ada penjualan data 2 juta nasabah pada Agustus 2017. Ibnu menuturkan data nasabah itu bisa bocor dari berbagai saluran. Bukan hanya bank saja. ”Yang kemarin bocor dari data leasing kemungkinan besar,” imbuh dia.
Sebagai langkah antisipasi, konsumen pun harus lebih cerdas dalam melakukan transaksi perbankan. Diantaranya mengenal betul bentuk fisik mesin ATM. Minimal pada mulut kartu dan keyboard pad. ”Karena skimmer (mesin pencurii data) yang ditambahkan pasti akan menambah bentuk mesin ATM sehingga terlihat tidak seperti biasanya,” kata dia.
Selain itu, konsumen juga bisa memilih ATM yang relatif ramai dan dijaga. Misalnya ATM di minimarket atau di bank. Pengecekan secara berkala saldo lewat internet banking juga bisa menjadi solusi. Bila ada kejanggalan langsung diketahui, atau mengaktifkan notifikasi SMS banking saat ada transaksi pengambilan maupun pembelanjaan yang cukup besar.
Sementara itu, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menuturkan pihak bank, seperti BRI, harus mengganti seluruh dana nasabah yang hilang. Tentu jika terbukti nasabah punya alibi tidak melakukan transaksi atas uang yang dianggap hilang itu.
\"OJK (otoritas jasa keuangan) harus melakukan audit terhadap sistem perbankan di Indonesia, termasuk BRI. Seringnya kasus serupa terjadi menunjukkan sistem IT perbankan di Indonesia lemah. Hal ini sangat membahayakan bagi perlindungan konsumen dan sektor perbankan itu sendiri,” tegas dia.
(tau/jun/rin)