JAKARTA - Pemerintah saat ini sedang mengkaji perubahan sistem pensiun PNS. Dari skema lawas yang berbasis pay as you go, menjadi skema baru berbasis fully Funded. Namun skema baru itu ditengarai bakal sulit untuk diwujudkan.
Diantara yang menyampaikan nada pesimis sistem fully funded bakal diterapkan adalah Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Zainal Abidin. Dia menjelaskan skema fully funded menuntut adanya komitmen dan kesanggupan pendanaan dari pemerintah. Dalam skema ini, pemerintah setiap bulan ikut mengiur iuran dana pensiun. Sebab pemerintah selaku pemberi kerja. \"Skema fully funded masih sebatas diwacanakan,\" katanya kemarin (21/3).
Mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu menjelaskan penerapan skema fully funded menuntut adanya perubahan basis pembayaran iuran dana pensiun. Selama ini PNS membayar iuran dana pensiun 4,75 persen gaji pokok. Di skema fully funded nantinya patokannya tidak ke gaji pokok. Tetapi ke gaji pokok dan aneka tunjangan termasuk tunjangan kinerja atau remunerasi.
Zainal mengatakan beban iuran dana pensiun nantinya adalah 50 persen PNS dan 50 persen pemerintah. \"Jadi (penerapan fully funded, red) kembali tergantung pada kesiapan keuangan negara,\" jelasnya.
Hanya saja Zainal mengatakan DJSN belum sampai menghitung berapa uang yang dikeluarkan negara untuk ikut membayar iuran dana pensiun pegawainya. Apakah lebih besar atau lebih kecil dibanding suntikan APBN untuk PT Taspen selama ini. Seperti diketahui suntikan dana APBN kepada Taspen untuk membayar gaji pensiun mencapai Rp 80 triliun per tahun.
Zainal menjelaskan penerapan skema fully funded memang dikaji oleh Kementerian PAN-RB. \"Sebetulnya ini sepenuhnya tergantung Kemenkeu,\" tuturnya. Apakah nanti Kemenkeu berkomitmen memberikan lampu hijau penggunaan dana APBN untuk ikut membayar iuran pensiun PNS di instansi pusat maupun daerah.
Menurut dia dengan skema saat ini, sejatinya manfaat pensiun yang diterima pensiunan pegawai negeri tidak maksimal. Untungnya negara berbaik hati dengan menggelontorkan uang kepada Taspen. Sehingga pensiun bisa menerima gaji pensiun maksimal 75 persen dari gaji pokok terakhirnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesra dan Pensiun Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Etty Agustijani menuturkan, sejatinya pihaknya mendukung seluruh skema yang akan dilakukan pemerintah pusat dalam kalkulasi yang nantinya akan ditetapkan. ‘’Apapun yang diatur dengan pusat, kita akan ikuti. Harus,’’ ujarnya kepada Jawa Pos (Induk Jambi Ekspres), kemarin (21/3).
Etty menjelaskan, pada dasarnya PNS paham bahwa setiap bulannya gaji yang didapat dipotong secara sistem Iuran Wajib Pegawai Negeri (IWP). Adapun potongan untuk IWP besarannya mencapai 10 persen untuk tiga komponen yakni asuransi kesehatan, program jaminan hari tua (JHT) dan program pensiun.
Adapun rincian IWP bagi PNS aktif/pensiunan sebesar 10 persen, sementara untuk gaji terusan sebesar 2 persen dari penghasilan (gaji pokok ditambah tunjangan keluarga). IWP tersebut terdiri dari 2 persen untuk BPJS Kesehatan, dan 8 persen untuk program yang dikelola Taspen (sebesar 3,25 persen untuk Tabungan Hari Tua/THT dan 4,75 persen untuk program pensiun). Seluruhnya jika dijumlah mencapai 10 persen.
‘’Skema yang baru memang masih RPP. Itu yang dari penghasilan, bukan gaji. Kami menunggu dari pusat skema yang baru yang masih RPP itu,’’ jelasnya.
Dia juga tak menampik pernyataan Menpan-RB yang menyatakan bahwa manfaat yang diberikan pada PNS sangat kecil. Bagi Etty, kecilnya manfaat yang diterima itu disebabkan karena potongan yang dikenakan selama ini juga masih dalam jumlah yang sangat kecil. ‘’Karena kan iurannya kecil, ketika yang ditabung kecil ya jadinya seimbang (kecil) begitu. Yang dikumpulin kecil, dapatnya kecil,’’ imbuhnya.
Dia melanjutkan, ketika nantinya skema RPP yang baru akan muncul dengan pemotongan yang lebih besar, maka otomatis manfaat yang didapat akan menjadi lebih besar.
Etty menganalogikan, nantinya ketika seorang PNS pensiun, dia akan mendapatkan komponen dari potongan dana kelolaan yang masuk ke Taspen itu. Komponen THT akan dibayarkan sekali ketika pensiun dan komponen program pensiun yang akan didapat tiap bulan. Dengan kecilnya presentase pemotongan itu, dia pun tak heran bahwa manfaat yang didapat pun sangat kecil.
‘’Sebagai gambaran, misal ada pegawai yang sudah 30 tahun kerja terhitung mulai dari CPNS sampai pensiun itu kan (masa kerjanya) sekitar 30 tahun, nanti dia paling mendapatkan uang JHT itu sekitar Rp 58 sampai Rp 60 jutaan saja itu. Kecil memang,’’ jelasnya.