JAKARTA - Pemerintah tidak sembarangan memindahkan nara pidana (napi) kasus terorisme ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Pasir Putih A High Risk. Sebelum memindahkan para napi, mereka terlebih dulu melakukan assessment. Sebab, tidak semua napi kasus terorisme di pindah ke lapas tersebut.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius memastikan bahwa assessment yang dilakukan sangat ketat. ‘‘Dilihat bagaimana, kami nilai orang itu (napi kasus terorisme) dari semua persepektif,’‘ ungkap pria yang akrab dipanggil Suhardi itu. Tujuannya tidak lain agar pemindahan efektif.
Sehingga tidak ada lagi napi kasus terorisme yang mentransfer paham radikal dari lapas. Supaya tepat, tim assessment tidak tunggal berasal dari BNPT. Melainkan turut melibatkan kementerian dan lembaga yang punya tanggung jawab mengurus napi tersebut. ‘‘Dari Densus 88 Antiteror, dari Ditjenpas (Kemenkumham), dari semua kompartemen lah,’‘ imbuh Suhardi.
Lapas Kelas II Pasir Putih A High Risk sengaja dipilih lantaran dinilai punya kapasitas untuk menampung para napi tersebut. ‘‘Karena penjagaan yang cukup kuat, program deradikalisasi menjadi cukup intensif,’‘ terang pejabat yang pernah bertugas sebagai kepala Bareskrim Polri itu. Sampai saat ini, sambung dia, sudah puluhan napi kasus terorisme yang dipindah ke sana.
Berdasar data yang diterima Jawa Pos dari Ditjenpas Kemenkumham kemarin (30/3), jumlah napi kasus terorisme yang sudah dipindah baru 37 orang. Angka tersebut masih akan bertambah lantaran BNPT, Ditjenpas, Densus 88 Antiteror terus melalukan assessment untuk memindahkan napi lainnya. ‘‘Berjalan terus dan masih dihitung juga,’‘ tutur Suhardi.
Meski tidak menjelaskan secara terperinci, orang nomor satu di BNPT itu menuturkan bahwa pihaknya juga sudah menentukan beberapa kluster untuk mengklasifikasi para napi kasus terorisme. ‘‘Yang dikatakan keras dalam pemahamannya, itu kan sentuhannya lain dengan orang yang biasa,’‘ beber dia. Napi kasus terorisme seperti itu punya peluang lebih besar dipindahkan.
Sebab, pemerintah tidak bisa memaksa setiap napi untuk ikut program deradikalisasi yang digalakan oleh BNPT. ‘‘Dari situ bisa kelihatan,’‘ ucap Suhardi. Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa lapas juga punya fungsi untuk merehabilitasi setiap napi. Bukan sekdar tempat napi menjalani hukuman, ‘‘Baik secara fisik dan mental,’‘ tambah dia.
Senada dengan Suhardi, Kepala Bagian Humas Ditjenpas Kemenkumham Ade Kusmanto menuturkan, instaninya turut serta dalam setiap assessment dilakukan untuk memindahkan napi kasus terorisme ke lapas high risk. ‘‘Untuk menentukan pola pembinaan terhadap napi kasus terorisme. Sehingga penempatan napi di lapas high risk tepat,’‘ beber Ade.
Ade pun menjelaskan bahwa Lapas Kelas II Pasir Putih A High Risk dibuat hanya untuk napi kasus terorisme yang tergolong berisiko tinggi. ‘‘Yang masih radikal pahamnya dan mempunyai kemampuan untuk memengaruhi atau menyebarkan paham-pahamnyanya kepada keluarga, napi lain, atau siapapun,’‘ terang dia. Bahkan, sambung dia, berpotensi melarikan diri dari lapas.
(syn/)