JAKARTA – Bank Indonesia (BI) akhirnya menaikkan suku bunga acuan. Kemarin (17/5) rapat Dewan Gubernur BI memutuskan bahwa suku bunga BI 7 days reverse repo rate (BI-7DRRR) naik 25 basis poin (bps), menjadi 4,5 persen. Selain itu, suku bunga deposit facility naik 25 bps sehingga menjadi 3,75 persen. Adapun suku bunga lending facility naik 25 bps, menjadi 5,25 persen.
Ekspektasi kenaikan suku bunga itu dirasakan pasar sejak dua minggu lalu. Perubahan suku bunga acuan dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian yang cukup tinggi di pasar keuangan dunia. BI juga mengamati kondisi rebalancing likuiditas dari negara berkembang ke negara maju saat ini membutuhkan respons yang berupa bauran kebijakan. Termasuk kebijakan moneter.
”Kami tidak ingin depresiasi (rupiah, Red) berdampak pada inflasi dan kemudian berdampak kembali pada depresiasi. Maka, kami merespons dengan bauran kebijakan ini,” ujar Gubernur BI Agus Martowardojo. Kurs USD memang telah menyentuh Rp 14 ribu. BI pun telah melakukan intervensi pasar dan menggunakan amunisi cadangan devisa.
Rupiah telah terdepresiasi 1,47 persen pada kuartal I lalu. Namun, fundamen ekonomi Indonesia masih kuat. BI masih yakin sasaran inflasi 2,5–4,5 persen pada akhir tahun tercapai. ”Terkait risiko depresiasi mata uang, kalau kondisi mengharuskan kami untuk melakukan penyesuaian policy rate, kami tidak ragu untuk lakukan. Kondisi rebalancing yang sedang terjadi akan kami counter,” jelas Agus.
Sementara itu, ekspektasi kenaikan Fed fund rate diprediksi mulai meninggi pada Juni dan Desember 2018. Agus menilai negara-negara maju sudah mengarah pada normalisasi kebijakan moneter. Dengan demikian, era bunga yang lebih tinggi akan mulai terealisasi secara bertahap.
Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan, BI memang tengah menghadapi tekanan ketidakpastian perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi global tahun ini diperkirakan mencapai 3,9 persen. Lebih tinggi daripada perkiraan akhir tahun lalu yang sebesar 3,8 persen. Membaiknya ekonomi AS menjadi pendorong eskalasi ekonomi global. ”Mau tidak mau, ya harus naikkan suku bunganya tahun ini,” ujar Anton. Itu perlu dilakukan di saat investor tengah menimbang pemindahan dana.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menuturkan, keputusan BI untuk menaikkan suku bunga acuan sudah tepat. Sebab, saat ini volatilitas di pasar keuangan cukup tinggi. ”Upaya untuk menurunkan volatilitas dan mempertahankan stabilitas ini (menaikkan suku bunga, Red) penting untuk dilakukan,” jelasnya di gedung Kemenkeu kemarin.
Mengenai dampak kenaikan suku bunga terhadap pertumbuhan ekonomi, Suahasil mengatakan, yang dibutuhkan dunia usaha saat ini adalah kestabilan. Jika pasar dan sistem keuangan stabil, para investor tidak ragu untuk berinvestasi. Hal itu didukung dengan kinerja APBN yang kredibel.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menambahkan, sejauh ini pemerintah terus memberikan kemudahan bagi investor untuk menggenjot kinerja investasi dan ekspor. Misalnya melalui fasilitas keringanan pajak tax holiday dan tax allowance. Juga perizinan berusaha yang makin terintegrasi dan mudah.
”Dunia usaha menghadapi tekanan volatilitas. Karena itu, pemerintah berupaya mengembalikan stabilitas,” katanya. ”Tapi, kami juga tahu ini yang disebut new normal (kebijakan normalisasi yang baru, Red). Karena itu, kami juga mengurangi beban-beban usaha seperti online single submission. Juga, diberikan insentif pajak,” terang Sri Mulyani.
(rin/ken/c11/fal)