JAKARTA – Daftar 200 penceramah yang dirilis Kementerian Agama masih jauh dari kebutuhan. Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan di Indonesia setidaknya ada 800 ribu masjid dan musala. Dari jumlah tersebut setidaknya ada 300 ribu masjid yang memerlukan penceramah.
JK mengungkapkan dia belum tahu secara detail apa saja kriteria yang dijadikan patokan oleh Kemenag yang merilis 200 penceramah tersebut. Meskipun dia juga yakin bahwa daftar tersebut masih akan bertambah. Tapi, dia menyebut kebutuhan penceraham jauh lebih besar itu. ”Setidak-tidaknya kita butuh 300 ribu dai khotib,” ujar pejabat yang juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu, kemarin.
Dia mengungkapkan bahwa DMI bahkan sudah memiliki daftar lebih dari seribu penceramah. Jumlah tersebut hanya di sekitar Jakarta saja. Dalam aplikasi berbasis adroid milik DMI, nama para ustad itu dilengkapi dengan keahlian dan pemahaman mereka tentang ilmu agama. Bahkan, nomor telepon dan alamat yang bisa dituju juga dicantumkan.
”Di Jakarta itu ada berapa ribu ustad yang kita rekomendasikan bahwa ustad ini keahliannya ini dan pemahammnya begini,” tambah dia. Dia lantas memberikan beberapa contoh ustad yang terdata di dalam aplikasi tersebut. ”Ustad Yusuf Khusairi, Ustad Amir Faisal, macam-macam. Abdullah Syafii. Alamatnya dimana nomor teleponnya berapa ada semuanya,” imbuh dia.
Menurut JK bukan hal baru memberikan semacam rekomendasi kepada para ustad atau penceramah. Di negara lain hal itu bahkan sudah diberikan sejak lama. ”Di negara lain seperti Mesir, Tunis, Aljazair, Saudi itu untuk bicara di masjid atau bicara sebagai dai itu ada sertifikatnya. Kayak ada SIMnya,” jelas JK yang baru pulang dari Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerjasama Islam (KTT OKI) di Turki.
Dia meyakini daftar 200 ulama itu masih bisa berkembang. Dan bukan berarti penceramah yang tidak masuk dalam daftar tersebut langsung dianggap kurang bagus.
”Tidak berarti kalau bukan 200 itu jumatan anda tidak sah, bukan. Apalagi itu sertifikasi, hanya merekomendasikan katakanlah wasatiyah moderat,” terang dia.
Terpisah, Direktur Riset Setara Institute Halili menuturkan rilis dari Kemenag yang bersifat rekomendas itu tidak masalah semestinya. Karena itu hanya akan memberikan persepektif lain dari masyarakat bahwa rekomendasi dai yang lebih moderat dan toleran yang bisa memberikan ceramah pada saat Ramadan.
”Saat Ramadan seperti inikan tiap-tiap komunitas paling tidak butuh dua kali kultum (kuliah tujuh menit) perhari kan. Kalau ini tidak dikondisikan memang akan mudah diintrusi oleh dai mubalig yang radikal yang kemana-mana mengkafirkan orang,” ujar dia.
Dia mengungkapkan ada banyak video ceramah orang-orang yang berpenampilan seperti penceramah tapi menghalalkan pembunuhan. Nah, rilis dari Kemenag itu bisa dianggap sebagai langkah pencegahan atau preventif. ”Bahwa panggung keagamaan mimbar keagamaan itu tidak dimanfaatkan oleh kelompok intoleran,” tambah dia.
Sementara itu, wakil ketua DPR Fahri Hamzah menilai program sertifikasi dan rekomendasi ulama yang dilakukan kemenag tidak diperlukan. Fahri menilai, kebijakan tersebut menunjukkan negara terlalu jauh mencampuri pikiran masyarakat.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu juga menilai, memberikan sertifikasi atau kelayakan sebuah profesi bukanlah tugas negara. “Sertifikasi itu ada di lembaga pendidikan. Kalau ulama di MUI. Jangan negara mengontrol pikiran orang,” ujarnya di FX Sudirman, Jakarta, kemarin.
Fahri menambahkan, jika negara ingin memberantas radikalisme atau ideologi terlarang, maka negara bisa ambil bagian dalam fungsi pendidikan. “Suruh orang sekolah, berpendidikan tinggi supaya makin cerdas, makin rasional, makin ilmiah sehingga radikal yang tidak cerdas ilang,” imbuhnya.
(jun/far)