Rabu 06-06-2018,00:00 WIB

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan kenaikan subsidi energi tahun depan. Penambahan subsidi itu segaris dengan kebijakan menahan kenaikan tarif listrik dan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga 2019.

Dalam garis besar RAPBN 2019, subsidi listrik dianggarkan sebesar Rp 53,96 triliun hingga Rp 58,89 triliun. Anggaran tersebut naik jika dibandingkan dengan subsidi listrik pada APBN 2018 yang sebesar Rp 52,66 triliun.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, penambahan itu sekaligus mempertimbangkan target penambahan jumlah pelanggan baru. ”Subsidi listrik tahun 2019 diusulkan asumsi 6,97 persen konsumsi nasional. Mungkin akan ditambah 1 juta sambungan rumah tangga sederhana yang 450 VA,” ujarnya saat rapat kerja Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR kemarin (5/6).

Realisasi subsidi listrik hingga April 2018 pun telah mencapai Rp 18,96 triliun. Dia menyatakan, penambahan target pelanggan tersebut seiring dengan target rasio elektrifikasi tahun depan yang menjadi 99,9 persen. Sedangkan target rasio elektrifikasi tahun ini mencapai 97,50 persen. Angka itu naik jika dibandingkan dengan tahun lalu dengan rasio elektrifikasi 95,37 persen.

Tambahan pelanggan rumah tangga tahun ini diperkirakan sebesar 766.217 untuk golongan 450 VA. Adapun tahun depan jumlah pelanggan rumah tangga baru yang akan masuk golongan 450 VA mencapai 770.792. Pada 2019, proyeksi pertumbuhan konsumsi listrik pun diperkirakan mencapai 6,97 persen. Angka itu didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 hingga 5,8 persen pada RAPBN 2019. Juga asumsi nilai tukar di level Rp 13.700 hingga Rp 14.000 per USD dan asumsi ICP (Indonesia crude price) di angka USD 60 hingga 70 per barel.

”Patokan ICP makin lama tidak relevan. Energi mix di solar atau BBM di kelistrikan semakin kecil. Tapi, asumsi kurs Rp 14.000. Jadi, ada kenaikan 3 hingga 4 persen kurs dibandingkan di APBN 2018,” papar Jonan.

Bukan hanya subsidi listrik yang naik. Subsidi solar pun diusulkan Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per liter. Peningkatan itu seiring dengan naiknya asumsi ICP dalam RAPBN 2019. Sedangkan alokasi untuk subsidi minyak tanah pada 2019 sebesar 0,59 juta hingga 0,65 juta kiloliter.

Alokasi subsidi minyak 16,17 juta kiloliter hingga 16,53 juta kiloliter. Adapun alokasi subsidi LPG 3 kg sebesar 6,825 juta hingga 6,978 juta metrik ton. Angka itu mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan alokasi dalam APBN 2018 sebesar 6,620 juta metrik ton.

”Konsumsi premium memang sudah sangat turun. Kemenperin bisa mendorong otomotif agar tidak bisa mengonsumsi BBM oktan rendah,” imbuhnya. Menurut dia, jika mesin otomotif tidak bisa mengonsumsi oktan rendah, secara perlahan premium akan hilang. ”Di negara maju, sudah dibikin otomotif mesinnya tidak bisa menggunakan oktan rendah. Gas oil pun tidak bisa menggunakan oktan rendah,” terang Jonan.

Anggota Komisi VII DPR Bara K. Hasibuan mengatakan, seharusnya pemerintah tidak perlu meningkatkan lagi penjualan premium yang berkualitas rendah dan mampu merusak lingkungan. ”Jangan berikan sesuatu yang memanjakan rakyat. Publik juga harus dididik. Kalau ada kebutuhan-kebutuhan politik, kami bisa mengerti. Tetapi, setelah itu harus dipikirkan,” ucap dia.

(vir/c11/sof)

Tags :
Kategori :

Terkait