JAMBI-Pasca terbitnya Inpres (Instruksi Presiden) tentang moratorium (penangguhan) perizinan perkebunan kelapa sawit pada September 2018 lalu, maka Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jambi tetap optimis target investasi 2019 tercapai tanpa perizinan usaha sawit.
Solusinya pemerintah menyebut akan melirik sektor sekunder sebagai formulasi pemenuhan target invastasi Jambi.
Kepala DPM-PTSP Provinsi Jambi Imron Rosady mengatakan, dengan terbitnya moratorium itu, artinya izin perkebunan kelapa sawit tidak boleh dikeluarkan oleh pemerintah daerah termasuk di Provinsi Jambi.
Namun dia optimis tidak akan berpengaruh terhadap realisasi target investasi yang ada di Jambi. Meskipun Investasi di Provinsi Jambi saat ini masih didominasi pada sektor primer yakni perkebunan dan pertambangan.
“Ekstensifikasi atau izin-izin baru yang tak boleh. Makanya saat ini kita mengarahkan investasi itu pada sektor sekunder. Artinya kalau kebunnya sudah ada, pabriknya lagi yang dibangun,” ujarnya.
Menurutnya, investasi ke arah sektor sekunder akan memberikan dampak lebih besar kepada masyarkat dan meningkatkan nilai ekspor dibanding sektor primer.
Diakui Imron, sebelum moratorium itu diterbitkan, izin baru perkebunan sawit di Provinsi Jambi tidak dikeluarkan lagi. Yang ada hanya perluasan area pada izin yang sudah ada. “Memang yang mengajukan banyak, tapi sudah kita batasi apalagi sudah moratorium,” bebernya.
Selain izin perkebunan kelapa sawit, disampaikan Imron izin tambang batu bara juga sudah moratorium. Izin baru tambang batu bara tidak lagi dikeluarkan sejak lama.
Imron menyebutkan jika merujuk pada tahun lalu sepertinya Jambi memang masih tidak bisa dipisahkan dengan sektor primer. Setidaknya ada 46 persen sumbangan dari sektor ini. Seperti kehutanan, tanaman pangan, perkebunan.
“Investasi dari sektor primer ini mencapai 46 persen lebih dari total nilai investasi,” sampainya.
Sementara untuk sektor sekunder berupa industri kayu, atau turunan bahan baku lainnya baru mencapai 37,9 persen. Selanjutnya untuk sektor tersier sebesar 22,3 persen.
“Kita punya kebijakan mengarahkan rencana investasi ke arah hilirisasi atau sekunder. Tidak lagi diarahkan ke sektor primer. Karena resiko berinvestasi di sektor primer itu cukup banyak. Seperti rentan terpengaruh gejolak ekonomi global, serta nilai tambahnya lebih rendah,” jelasnya.
Secara keseluruhan dia menyebut investasi di Provinsi Jambi sepanjang tahun 2018 tak mencapai target. Dimana hingga akhir tahun lalu, realisasi investasi di Provinsi Jambi sekitar Rp 4,5 T, sementara target yang ditetapkan adalah 5,2 T.
Dia mengatakan persoalan ini disebabkan beberapa faktor. Seperti pengaruh ekonomi global, sehingga investor masih menunggu kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi.“Kalau suku bunga bank federal itu tinggi, mereka akan lebih memilih menyimpan uang di bank,” tandasnya. (aba)