JAMBI – Provinsi Jambi kini tengah dilanda kemarau. Sejak beberapa pekan terkahir, hujan tak lagi turun. Dampaknya debit Sungai Batanghari menyusut, kini sudah berada dibawah ketinggain normal.
Hal ini diungkapkan Syahrudin, penjaga pintu air kawasan ancol di Kecamatan Pasar Kota Jambi. Ia menyebutkan, ketinggian debit Sungai Batanghari kemarin (5/7) berada di angka 7,70 meter. Angka itu jauh dibawah ketinggian normal debit Sungai Batanghari.
“Ketinggian normal debit Sungai Batanghari 9 hingga 12 meter,” kata Syarhrudin.
Lebih lanjut Syahrudin menyebutkan, turunnya debit Sunagi batangahri sudah dimulai pasca Hari Raya Idul Fitri lalu.
“Terus beguyur surut dari habis lebaran sampai sekarang. Ini kemarau nian nampaknyo, tidak ada hujan lagi,” ungkapnya.
Dengan kondisi ketinggian dibet Sungai batangahri seperti saat ini, sebut Syahruddin, berdampak pada sumur-sumur warga.
“Kini banyak sumur warga yang kering, contohnya di kawasan Jelutung, Telanaipura, banyak sumur kering. Ini kemungkinan masih akan terus surut,” ungkapnya.
Sementara itu, Adi Setiadi, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jambi mengatakan, saat ini Jambi memang pada masa musim kemarau. Hal ini sudah terjadi sejal awal Juni lalu.
“Curah hujan kurang dari 50 mm per dekade,” kata Adi.
Sifat hujan pada musim kemarau 2019 ini sebut Adi, dibawah kondisi normal musim kemarau pada umumnya.
“Hujan kurang dari rata-rata normal,” ujarnya.
Puncak kemarau sebut Adi akan terjadi pada Agustus mendatang.
“Sekarang cuaca sudah mulai kabur. Ada asap,” imbuh Adi.
Adi mengungkapkan, pergerakan hujan 3 bulan kedepan, untuk wilayah timur Jambi masuk dalam kageori rendah, yakni, 50 hingga 100 mm. Sementara untuk wilayah Jambi bagian barat diperkirakan dalam kategori menengah, yakni, 100-200 mm.
Saat ini kata Adi, menunjukan bahwa diatmosfir jumlah air berkurang. Itulah yang menyebabkan albido, sehingga jumlah radiasi yang diserap lebih banyak dari yang dipancar.