JAMBI – Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Jambi masih terjadi. Bahkan berdasarkan penelitian dari Walhi terdapat tipologi yang sama pada wilayah yang terbakar pada tahun 2015 dan 2019 ini. Yakni pada lahan gambut yang dekat dengan lahan konsesi (lahan dengan izin pengolahan perusahaan). Dengan tegas Walhi meminta pemerintah untuk tegas terhadap pihak pemanfaat lahan ini, jika perlu setelah direview ditemukan pelanggaran pencabutan izin bisa jadi pilihan.
Direktur Eksekutif Walhi Daerah Jambi Rudiansyah, menyampaikan, seharusnya pemerintah daerah melihat problem kebakaran sebenarnya. Yang selama ini hanya fokus pada wilayah pemadaman, bukan pada tataran penertiban pelanggaran yang terjadi.
“Dari problem ini kita lihat penting bagi pemerintah untuk lakukan sanksi tegas review atau bahkan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran diwilayah konsesi, karena wilayah itu terbakar setiap tahun,” sampainya saat dihubungi Jambi Ekspres (14/8).
Bahkan sanksi tegas harus dipilih untuk keadilan. Karena seharusnya perusahaan juga menyiapkan kesiapan pemadaman disekitar lahan konsesinya. “Iya cabut izinnya, berarti dia tidak siap secara infrastuktur bangun industri,” jelasnya.
Bahkan kata Rudi himbauan dari Kementerian Kehutanan juga sudah jelas, seharusnya jika 5 Kilometer dari lahan konsesi terbakar maka perusaahn wajib turut bantu padamkan karhutla. “Ini yang tidak terprogres baik, ini himbauan artinya bisa diikuti atau tidak, tapi harusnya tunduk semua, artinya ya kalau tak diikuti mesti diberi sanksi, karena tak indahkan himbauan,” terangnya.
Sementara untuk perusaahaan di Jambi sendiri Rudi menyebut memang responnya agak lambat. Dalam artian belum ada data resmi dari pemerintah yang menerangkan bahwa perusahaan telah patuh atau belum dalam infrastrukur pemadaman dan antisipasi karhutlanya. ”Harusnya sesuai regulasi, tapi sejauh ini respon nya agak lambat, belum diumumkan perusahaan mana yang sudah patuh atau belum, itu yang kita tunggu ke depan,” jelasnya.
Sementara untuk kekhawatirannnya 2019 akan sama dengan 2015 , Rudi berharap tidak akan terjadi walaupun punya tipologi kesamaan daerah yang terbakar. “Karena yang kita lihat upaya pemadaman yang patut diapresiasi, namun tak bisa setiap tahun hanya menghabiskan uang rakyat untuk padamkan api saja, kita harap tak terjadi lagi tahun depan,” katanya.
Sumber api yang sampai saat ini masih memunculkan asap dan terjadi berulang-ulang disetiap tahunnya, merupakan wilayah-wilayah yang secara fungsinya sudah rusak akibat eksploitasi yang dilakukan oleh aktifitas manusia.
“Salah satu wilayah prioritas untuk dikembalikan fungsinya adalah wilayah ekositem gambut. Yang dalam catatannya, wilayah ini penyumbang besar kebakaran khususnya dikejadian kebakaran lahan dan hutan pada tahun 2015 lalu,” kata Rudi.
Terulangnya kembali lahan terbakar diwilayah masyarakat, bukan saja diakibatkan oleh semata-mata faktor kesengajaan yang dilakukan oleh masyarakat.
Namun yang lebih penting untuk kritisi adalah, terkait dengan tata kelola lahan yang dilakukan oleh pihak-pihak perusahaan yang berada tidak jauh lokasinya dari wilayah kebakaran lahan. ”Tata kelola yang dilakukan oleh perusahaan baik itu perkebunan kelapa sawit maupun HTI, yang ditandai dengan pembangunan kanal-kanal sedalam kurang lebih 10 meter dan tanggul, berdampak langsung terjadinya pengeringan lahan masyarakat yang berada disekitar kanal perusahaan pada saat musim kemarau,” tandasnya.
Sholat Istiqo Kembali Dilakukan
Sholat Istisqo di lapangan sepak bola Desa Sipin Teluk Duren Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi, Rabu (14/8)
Untuk mengantisipas tragedi 2015 silam kembali terjadi, ratusan masyarakat Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro menggelar sholat Istisqo Rabu (14/8) yang bertempat di lapangan sepak bola Desa Sipin Teluk Duren Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi.