Karena teori itu, yang menjadi kontribusi besar darinya di dunia penerbangan, BJ Habibie mendapat julukan Mr Crack. Teori tersebut dipakai untuk memprediksi crack propagation point, atau letak awal retakan pada pesawat, terutama sayap, yang merupakan struktur penyangga, sehingga selalu menahan tekanan, apalagi saat take off (lepas landas), landing (mendarat), dan mengalami turbulensi.
BJ Habibie menghasilkan temuan itu saat berusia 32 tahun. Dengan kejeniusannya, pria kelahiran 25 Juni 1936 itu berhasil membuat perhitungan yang sangat detail, sampai ke tingkat atom. Sebelum ditemukan teori tersebut, kecelakaan pesawat sangat sering terjadi lantaran kelelahan (fatigue) material struktur pesawat sulit dideteksi.
Para insinyur pun meningkatkan safety factor dengan menambah kekuatan konstruksi, untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Padahal, cara tersebut justru membuat pesawat lebih berat, terbang lebih lambat, sulit bermanuver, dan menghabiskan lebih banyak bahan bakar.
Dengan teori Habibie, mereka bisa menghitung letak dan besar retakan, sehingga bobot pesawat pun bisa dikurangi. Inilah yang disebut faktor Habibie. Berkat temuan Habibie ini, pesawat di dunia lebih hemat bahan bakar dan standar keamanan pada pesawat ditingkatkan. Risiko kecelakaan pesawat pun berkurang, dan proses perawatannya menjadi lebih mudah dan murah.
Kini sang genius itu telah berpulang. Inalilahi wainalilahi rojiun semoga khusnul khotimah. Selamat jalan, Mr Crack, pengorbanan, perjuangan dan pengabdianmu terhadap bangsa ini akan terus dikenang sepanjang massa. (ful/fin)