Salah satunya, waktu ibu selama sebulan ikut tinggal bersama saya, waktu saya kuliah di Sacramento. Selama sebulan itu, urusan makan saya jadi lebih terjamin. Urusan makan teman-teman saya juga ikut terjamin!
Teman sekampus (sesama dari Indonesia), sering bertanya: \"Jrul, mama kamu masak apa malam ini?\"
Waktu itu, ibu di Surabaya sedang sakit pernapasan. Dikirim ke Amerika karena udaranya kering dan jauh lebih bersih. Benar saja, setelah sebulan, dia sama sekali tidak mengeluhkan sakitnya lagi. Katanya sih mungkin bukan hanya karena udaranya yang bersih. Tapi juga karena kangennya dengan anak-anak terobati. He he he...
Momen paling quality dengan ibu, unfortunately juga momen paling mendebarkan dalam kehidupan keluarga kami. Selama beberapa bulan, pada 2007, kami sekeluarga berkumpul bersama di Tianjin, Tiongkok. Menemani abah yang bersiap menjalani operasi ganti hati.
Belanja bersama, makan selalu bersama. Baru ada satu cucu (satu lagi otw), jadi benar-benar masih abah, ibu, dan dua anak (plus dua menantu).
Setelah beberapa bulan menanti, malam yang ditunggu sekaligus ditakuti pun tiba. Abah akan segera dioperasi. Robert Lai adalah manager segalanya. Ibu terus menemani abah dan berdoa. Saya, bermodal kamera poket, sebisa mungkin mengabadikan momen-momennya.
Baru-baru ini, ketika laptop lama saya pergi untuk selamanya, kami berhasil menyelamatkan isinya. Saat ditata lagi, ada folder sangat \"mahal\" di situ. Isinya foto-foto momen-momen sebelum, saat, dan sesudah abah dioperasi di Tianjin.
Sudah lebih dari sepuluh tahun saya tidak melihat foto-foto itu. Setelah sekian lama, memang ada perspektif baru ketika kembali memperhatikan foto-foto itu.
Abah saya memang yang dioperasi dan menjadi cerita utama, tapi ibu saya adalah bintang utamanya. Foto-foto itu saya kira mampu merangkum hidup ibu saya. Bahwa segala curahan hati dan doanya adalah untuk keluarga.
Foto-foto itu saya ikutkan di tulisan ini. Hampir semua saya yang menjepret. Sebagian lagi, yang ada saya di dalam foto, titip minta tolong orang (siapa saja yang dekat) untuk menjepret.
Ada foto saat abah menjalani persiapan akhir di kamar, sebelum dibawa ke ruang operasi. Ibu selalu ada di sisinya.
Ada foto saat abah akan masuk ruang operasi. Ibu ada di sisinya. Saya hanya berbicara singkat: \"Cepet keluar ruang operasi, ditunggu cucu baru.\"
Waktu itu, istri saya memang mengandung Ayrton, putra pertama saya, sekaligus cucu laki-laki pertama.
Kemudian, malam itu, saya mengabadikan gerak-gerik ibu menunggu di lorong rumah sakit. Di dekat ruang operasi. Rasanya dia tidak mau menunggu di kamar. Memilih mondar-mandir di lorong, atau duduk bersila dan berdoa di pinggir lorong.
Setelah diyakinkan banyak orang, baru ibu mau balik ke kamar.
Tapi beberapa waktu kemudian, kami semua dipanggil. Rupanya, liver \"orisinal\" abah sudah dikeluarkan. Kami bisa melihatnya. Begitu dokter dan perawat menunjukkannya, ibu langsung bersimpuh di lantai. Dokter lantas menjelaskan kondisinya, sekaligus mengapa itu harus diganti.