\"Harus!,\" tegas Dr. dr (dan banyak gelar lainnya) Ike Sri Rejeki dari Bandung.
Dr Ike adalah ahli anestesi dan perawatan intens. Dia mengepalai departemen itu di RS Hasan Sadikin. Juga mengepalai bidang studi itu di Universitas Padjadjaran.
Dr Ike juga pemimpin redaksi Jurnal Anestesi Perioperatif.
Saya bingung menebak orang mana dia.
\"Ike itu kan nama Sunda. Tapi Sri Rejeki nama Jawa. Dokter ini orang mana?\" tanya saya.
\"Hahaha orang Indonesia pak,\" jawabnyi. \"Saya Sunda 100 persen, hanya bapak ibu saya lama di Jogja,\" tambahnyi.
Dia juga asli Unpad 100 persen. Gelar dokter, spesialis, master, doktor, dan saya tidak hafal, semua diraih di Unpad.
Dan yang pasti dokter Ike adalah \'Ketua RT\' di ICU. Dia akrab dengan batang seperti ventilator.
Ventilator yang sekarang lagi ramai diperbincangkan di Amerika itu adalah yang sifatnya invasive. Yakni ventilator yang biasanya ada di ruang ICU. Yang penggunaannya harus melalui pembuatan lubang di tenggorokan. Dari lubang tenggorokan itulah selangnya dimasukkan ke saluran pernafasan.
Saya juga pernah menjalani itu. Saat transplantasi dulu itu.
Itu tidak sama dengan yang sekarang coba dikembangkan di berbagai perguruan tinggi tersebut.
Yang lagi dikembangkan itu adalah ventilator non-invasive. Yang tidak pakai perlubangan tenggorokan. Hanya lewat hidung.
\"Itu sangat bermanfaat untuk situasi sekarang,\" ujar Dr Ike.
Justru alat seperti itu yang belum dimiliki oleh rumah-rumah sakit. Yakni ventilator non-invasive yang independen.
Memang RS kita juga memilikinya. Tapi fungsi itu menyatu di alat ventilator invasive. Yang, ehm, yang mahal itu. Dan yang harus ditempatkan di ruang ICU itu.
Di alat itu ada mode invasive dan mode non-invasive.