Wednesday, 17 June 2020
Oleh: Azrul Ananda
Anda tidak salah baca. Judul tulisan ini memang Kura-Kura Ninja Paruh Baya. Ya, ini soal kura-kura ninja yang dikenal di seluruh dunia. Yang serialnya --dan filmnya-- terus muncul sejak 1980-an. Teenage Mutant Ninja Turtles alias TMNT.
Hanya saja, kali ini dipelesetkan jadi Middle-Aged Mutant Ninja Turtles alias Kura-Kura Ninja Paruh Baya. Apa yang terjadi ketika kura-kura ninja yang seharusnya \"remaja abadi\" itu memasuki usia paruh baya.
Seperti yang terjadi pada kebanyakan penggemar orisinalnya.
Termasuk saya.
Akhirnya, lewat Happy Wednesday ini, saya bisa menulis segala sesuatu yang saya suka. Suka-suka saya mau nulis tentang apa saja. Semakin bebas ketika tidak lagi terbelenggu oleh pakem-pakem koran dan batasan halaman.
Akhirnya, saya bisa mendeklarasikan segala sesuatu yang saya sukai atau cintai. Seperti Namie Amuro (20 Tahun Cinta Namie Amuro), Ayrton Senna (Obrigado Ayrton Senna, 25 Tahun Kemudian), dan lain-lain.
Sekarang, saya akan mengakui kalau saya ini maniak Teenage Mutant Ninja Turtles. Sejak masih SD di SDN Kendangsari I Surabaya. Bahkan saat masuk SMP di SMPN 12 Surabaya. Uang tabungan saya gunakan untuk beli mainan Leonardo, Michaelangelo, Donatello, Raphael, dan karakter-karakter di sekeliling mereka.
Tas saya saat SMP pun bergambarkan Kura-Kura Ninja.
Dan, ehm, jujur sampai dewasa usia 30-an pun saya masih sering keliling bepergian pakai tas punggung kura-kura ninja.
Sedikit cerita terpisah: Waktu bepergian di luar, dalam sebuah antrean panjang, saya melihat ada remaja di depan saya mengenakan tas punggung lucu berbentuk punggung/cangkang kura-kura ninja. Kami ngobrol, dan saya terus menanyai dia beli di mana. Karena akan sulit bagi saya untuk beli, saya tawar saja tas milik dia. Harga aslinya USD 40 katanya. Tapi sampai USD 100 lebih pun dia tak mau melepaskannya.
Wah, dia kayaknya cinta Turtles lebih dari saya!
Saya butuh beberapa bulan kemudian untuk mendapatkan tas yang sama!
Kalau ditanya kenapa suka Turtles, jawabannya tentu sulit dijelaskan. Dibilang \"Ya suka aja\" tentu tidak cukup dan terkesan malas berpikir. Tapi ada sesuatu pada empat kura-kura itu. Mungkin karena karakter-karakternya begitu jelas, masing-masing punya kepribadian sendiri-sendiri. Bukan sekadar dibedakan oleh warna bandana yang mereka kenakan.