JAKARTA-Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono mendesak pemerintah untuk membatalkan pengangkatan 51 ribuan PPPK (Pegawal Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) hasil seleksi Februari 2019.
Alasannya, pengadaan PPPK tahap satu tidak ada payung hukumnya.
\"Sejak awal rekutmen PPPK tahap satu cacat hukum. Selain tidak ada payung hukumnya, tidak semua pemerintah kota dan kabupaten melakukan rekrutmen,\" kata Eko kepada JPNN.com, Selasa (14/7).
Dia menyebutkan, pada 2019 pemda yang melakukan rekrutmen PPPK lebih sedikit.
Lebih banyak Pemda yang menolak melakukan rekrutmen karena tidak paham dengan sistem penggajian.
\"Bagaimana Pemda mau buka rekrutmen, wong aturannya enggak ada. Ketimbang mereka buka rekrutmen tetapi tidak bisa menggaji, mereka pilih tidak buka lowongan sama sekali,\" ucapnya.
Pemda, lanjut Eko, bukan menolak menyelesaikan masalah honorer K2 tetapi mereka butuh regulasi yang jelas.
Jangan sampai rekrutmen PPPK jadi bumerang bagi daerah. Dan, terbukti jadi masalah karena 1,5 tahun lebih nasib PPPK belum jelas.
\"Makanya lebih baik dibatalkan saja hasil rekrutmen PPPK tahap satu. Arahkan saja honorer K2 jadi PNS karena regulasinya sudah jelas,\" ucapnya.
Dia menambahkan, pengadaan PPPK sumir karena tanpa dilandasi aturan yang jelas.
Secara hukum, hasil pengadaan tanpa regulasi bisa dibatalkan.
\"Rekrutmen PPPK pakai aturan PP Manajemen PPPK tetapi turunannya belum ada. Akhirnya Pemda meraba-raba. Yang takut ditegur pusat, nekat membuka rekrutmen. Yang tidak takut, pilih tidak buka daripada kena masalah. Makanya rekrutmen PPPK tahap satu itu cacat hukum,\" tandasnya. (esy/jpnn)
Sumber: www.jpnn.com