DISWAY: Penantian D-dimer

Senin 08-02-2021,00:00 WIB

Setelah diperiksa, D-dimer Santoso ternyata di level 6.000. Santoso tidak pernah lagi keluar dari ICU. Sampai ia meninggal dunia tanggal 1 Januari, tepat di tahun baru 2021.

Ia berstatus bukan meninggal karena Covid. Juga bukan karena paru-paru. Tapi karena jantung. Jantungnya berhenti. Ada sumbatan D-dimer di dalam jantung itu.

Saya tidak bisa mendapat angka ini: berapa D-dimer Santoso saat dinyatakan sembuh dari Covid itu. Istrinya belum siap dengan angka itu, masih di tangan anaknyi.

Swanniwati sendiri seorang pengusaha herbal. Ia menjual ramuan dari Kalteng dan Tiongkok. Kakeknyi Tionghoa kelahiran Tiongkok. Neneknyi orang asli Dayak, Kalteng.

Orang Semarang juga mengenal Swanniwati sebagai orang yang bisa menghilangkan tahi lalat. Dengan ramuan itu. Sudah lebih 30 tahun ia praktik menghilangkan tahi lalat di Semarang.

\"D-dimer memang menakutkan para dokter di ICU Covid,\" ujar Prof Dr Med Puruhito, dr SpB TKV, ahli bedah jantung terkemuka dari Unair Surabaya.

Apalagi keberadaan detail D-dimer masih terus diselidiki. Demikian juga bagaimana mengatasinya.

D-dimer adalah munculnya \'cendol-cendol\' di dalam darah. Lapisan protein tertentu dalam darah menyatu dengan \'teman sejenis\' sehingga membentuk gumpalan kecil-kecil. Saking kecilnya, gumpalan itu tidak terlihat oleh mata. Bisa dilihat oleh mikroskop. Gumpalan itulah yang saya sebut cendol.

Itu bukan sekadar pengentalan darah. Beda. Kalau \'pengentalan darah\' kesannya seluruh darah itu mengental. Bukan itu. Darah penderita Covid memang bisa mengental. Bisa juga tidak. Tapi di darah yang tidak mengental pun bisa muncul \'cendol-cendol-kecil\' itu. \'Cendol-cendol\' itu ikut mengalir di dalam darah. Bisa menyumbat.

Saya bukan dokter. Maafkan kalau penggambaran itu salah. Anggap saja tulisan ini tidak ada.

\'Cendol\' yang ikut mengalir di dalam darah itulah yang berbahaya. Apalagi kalau jumlahnya banyak. Ia bisa berhenti di jantung dan menyumbat saluran darah di jantung. Apalagi kalau \'cendol-cendol\' lainnya ikut nimbrung di situ.

Kalau cendol itu berhenti di saluran darah di otak, terjadilah stroke. Kalau berhenti di paru terjadilah sesak napas. Dalam hal Santoso tadi, \'cendol\' itu berhenti di jantung.

Waktu saya boleh keluar dari RS Premier Surabaya lalu, D-dimer saya masih 1.130. Masih sangat tinggi dari normalnya, maksimum 500.

Pagi ini saya akan test D-dimer lagi. Saya harus hati-hati. Jangan-jangan naik –meski harapan saya turun.

Sejak keluar dari rumah sakit itu saya terus minum obat Xarelto 15 mg. Satu kali satu hari. Itulah obat mengurai \'cendol\'.

Kekuatan obat Xarelto itu sama dengan yang saya terima waktu opname. Hanya saja, saat itu, obatnya disuntikkan di kulit perut. Sehari dua kali suntik. Sedang yang ini bentuknya pil.

Tags :
Kategori :

Terkait