Ups... ada! Yang menonton adalah mereka yang mengikuti live streaming pertunjukan malam itu. Juga yang mencarinya di YouTube.
Itulah wayang kulit virtual.
Untuk mengatasi keadaan yang sangat berat.
Selama pandemi Covid-19 dalang-dalang memang nganggur. Para wiyogo (penabuh gamelan) tidak ada pekerjaan. Sinden-sinden pun tidak ada kesempatan membuka mulut.
Tapi begitu ditemukan jalan virtual ini mereka seperti mulai \'hidup lagi\'.
Tiga bulan pertama pandemi suasananya seperti tanpa harapan. Yang ada sedih dan sedih. \"Sejak ada pertunjukan virtual wajah-wajah kami seperti mulai dialiri darah lagi,\" ujar Purbo Asmoro.
Purbo termasuk dalang yang laris di kanal YouTube. Lakon \'lahirnya Bagong\', misalnya, ditonton sampai 160.000 orang. Jauh lebih banyak dibanding penonton show sebelum pandemi.
Saya, belakangan, termasuk sering membuka YouTube Purbo Asmoro. Mula-mula karena ditegur pembaca Disway. Yakni setelah saya menulis panjang tentang dalang Seno Nugroho. Yang begitu larisnya. Yang saya anggap Seno lah marketer of the year. Yang meninggal dunia belum lama ini.
\"Tapi menurut saya, dalang terbaik saat ini adalah Purbo Asmoro,\" ujar pembaca itu.
Saya pun mencari cara agar bisa terhubung dengan Ki Purbo. Tersambung. Kemarin. Ayahnya ternyata juga dalang. Baru meninggal 100 hari yang lalu. Sampai usia hampir 80 tahun sang ayah masih mendalang. Khususnya untuk ruwatan. Kakek Purbo Asmoro pun juga dalang. Pun canggahnya, juga dalang. Mereka berasal dari desa paling pojok barat Pacitan –guyonnya, sudah dekat dengan Australia Barat.
Sang ayah menyekolahkan Purbo ke Solo. Ke SMA khusus kesenian –jurusan karawitan dan pedalangan. Lalu kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) di Solo sampai S-1. \"Ayah saya ingin anaknya tidak sekadar bisa mendalang, tapi juga tahu ilmunya,\" ujar Purbo Asmoro.
Beberapa kali saya telepon Ki Purbo. Yang usianya kini sudah hampir 60 tahun. Tinggalnya di pinggiran utara kota Solo. Yakni di sebuah rumah dengan halaman luas. Dengan gerbang yang bagus. Dan di seberang rumah itu masih ada tanah miliknya. Di situ mobil-mobilnya parkir. Termasuk dua mobil Fiat tahun 1950-an yang mesinnya sudah diganti baru. Rupanya ia penggemar mobil kuno.
Di pekarangan itu juga diparkir \'kendaraan khusus\' miliknya –mirip kendaraan di zaman pewayangan: kreto. Yakni kereta seperti yang dimiliki kerajaan-kerajaan masa lalu.
Tapi itu kereta baru. Dibuat sendiri 8 tahun lalu. Dari kayu jati. Termasuk jari-jari rodanya. Penampilannya dibuat seperti kereta kuno.
Sesekali Purbo Asmoro berangkat mendalang dengan naik kereta itu. Yang ditarik dua ekor kuda –bukan 8 kuda seperti di lakon wayang. Jalannya pun pelan. Harus bersaing dengan sepeda motor, bendi, dan mobil. Tidak bisa sekencang seperti di wayang –yang digambarkan sampai rodanya mengambang lima inci di atas tanah.
Sejak pertama live streaming, sampai tulisan ini dibuat, sudah 30 lakon di-upload ke YouTube. Lewat channel Purbo Asmoro official.