Malam itu ayah Robert Long melihat berita serangkaian penembakan itu. Di TV dan di internet. Sang ayah menelepon polisi. \"Mungkin pelakunya itu anak saya,\" kata sang ayah. Keterangan polisi seperti itu menghiasi semua media di sana –yang jadi sumber tulisan saya ini.
Polisi pun mendatangi rumah ayah Long. Dari situ semua identitas pelaku penembakan diketahui. Termasuk jenis mobilnya.
Maka pengejaran dilakukan. Empat jam kemudian Robert Long ditemukan lagi di Highway 75. Ia sedang melaju menuju arah Florida.
Penembakan ini langsung jadi berita besar. Semua berita langsung mengarah ke kebencian ras. Enam dari 8 orang yang mati itu adalah keturunan Asia –empat keturunan Korea dan dua keturunan Tionghoa. Dua lainnya konsumen spa berkulit putih.
Tuduhan rasialis itu bukan tanpa dasar. Belakangan ini begitu banyak kejadian kekerasan yang menimpa orang keturunan Asia di Amerika. Khususnya keturunan Tionghoa.
Kekerasan jenis itu seperti menjadi tren baru. Terutama sejak Presiden Donald Trump berkuasa. Lebih-lebih sejak munculnya Covid-19. Trump selalu menyebut Covid-19 sebagai Virus China.
Akibatnya kebencian kepada keturunan Tionghoa meningkat. Itu terlihat dari tagar di medsos. Setiap Trump mengucapkan China Virus, disambut ribuan tagar yang mengarah ke anti Tiongkok.
Sialnya tidak semua orang Amerika bisa membeda-bedakan mana Tionghoa, mana Korea, dan mana Jepang. Semua dianggap Tionghoa. Orang Korea pun bisa dikira Tionghoa. Demikian juga orang Filipina, Thailand, dan mungkin Indonesia. Bahkan ada orang India yang dibunuh –juga dikira Tionghoa.
Presiden Joe Biden sampai turun tangan. Kongres Amerika pun mengadakan dengar pendapat. Tokoh-tokoh perkumpulan keturunan Asia bereaksi keras –untuk menekan pemerintah agar mengatasi kecenderungan baru itu. \"Kami, orang keturunan Asia, merasa tidak aman,\" kata mereka.
Apalagi banyak kejadian seperti ini: orang Asia yang lagi jalan sendirian tiba-tiba dipukul dari belakang. Perasaan was-was terus meliputi orang Asia. Terutama kalau lagi jalan sendirian. Di waktu malam pula.
Dari mereka yang memukul itu ada yang hanya beralasan: \"Saya tidak suka cara dia melihat saya\".
Sulitnya, kekerasan itu dilakukan tanpa ada kata-kata. Sehingga para pelaku hanya dikenakan perkara kriminal biasa.
Para pemimpin kelompok Asia menginginkan ini: mereka harus dikenakan pasal kebencian ras. Yang hukumannya lebih berat.
Tapi polisi sulit mendapat bukti kebencian itu –kalau pelakunya tidak mengatakan apa-apa.
Pun soal penembakan yang dilakukan Robert Long itu. Ia hanya mengaku sebagai orang yang kecanduan seks. Lalu tiba-tiba muncul kemarahannyi pada panti pijat –yang membuatnya penuh dosa.
Robert Long belakangan memang mengaku sebagai anak muda yang berlumur dosa. Begitulah yang sering ia katakan ke teman satu kamarnya.