DISWAY: Daging Ayam Lab

Senin 12-04-2021,00:00 WIB


Senin, 12 April 2021
Oleh : Dahlan Iskan

PETERNAKAN ayam tanpa kandang segera jadi kenyataan. Lokasinya di Singapura. Mungkin akan jadi peternakan ayam terbesar di dunia.

Peternakan ayam itu bentuknya sebuah laboratorium. Ia akan membesarkan ayam tanpa bulu, tanpa tulang, tanpa kepala, tanpa ceker, dan tanpa kulit.

Di laboratorium itulah satu biji sel ayam beneran –yang hanya bisa dilihat oleh mikroskop– diternakkan. Sel itu lantas tumbuh membesar di lab yang bersih dan steril. Sel itu pun menjadi daging ayam –hanya daging ayam, tanpa tulang dan lain-lain tadi.

Hanya perlu 14 hari. Satu sel ayam tadi sudah bisa membesar menjadi daging seberat seekor ayam. Tidak perlu sampai 45 hari seperti memelihara ayam di kandang. Juga tidak perlu repot seperti memelihara ayam beneran.

Tahun ini daging ayam jenis itu sudah dijual di Singapura. Saya pun segera menghubungi tiga orang teman saya di sana. Untuk dicarikan di supermarket mana daging itu dijual. Lalu mengirimkannya ke Surabaya.

Rupanya daging ayam itu baru dijual di satu restoran: Klub 1880. Di Jalan Nanson No.1 Singapura. Di lantai 3. Tentu daging ayam di situ sudah dalam bentuk makanan siap lahap. Bentuknya menu chicken nugget. Lihatlah gambarnya. Yang saya ambil dari menu di restoran itu.

 

Hanya member Klub 1880 yang boleh ke restoran itu. Kalau pun bukan member masih bisa, tapi harus diundang oleh member di situ. Seorang member hanya boleh mengundang tiga teman non-member.

Di Singapura memang banyak klub seperti itu. Ada yang orientasinya Western –yang anggotanya kebanyakan orang bule atau yang kebarat-baratan. Ada yang orientasinya Chinese. Sesuka yang mendirikan. Klub 1880 itu kelihatannya sangat Western. Nama pendirinya: Marc Nicholson. Jangan-jangan sudah ada sejak zaman penjajahan Inggris dulu.


Klub 1880 Singapura.


Di Hongkong juga banyak klub seperti itu. Atau London. Atau kota-kota besar di dunia. Tentu saya pernah makan di klub-klub seperti itu. Misalnya di Press Club Hongkong. Atau di Cricket Club Singapura. Atau di Mercantile Club di Jakarta.

Di Surabaya juga pernah berdiri klub seperti itu. Satu-satunya. Tapi hanya berumur pendek. Iurannya dianggap terlalu mahal –untuk ukuran Surabaya. Harga makanannya juga lebih mahal dari restoran termahal –dengan rasa yang tidak lebih istimewa.

Klub 1880 Singapura itu kini terkenal di dunia. Gara-gara menu ayam nugget hasil peternakan lab itu. Tapi seorang teman saya Singapura –yang punya beberapa Ferrari– tidak tahu itu. Padahal saya berharap ia salah satu anggotanya. Lalu bisa mengundang saya untuk makan di situ –terutama ingin tahu yang itu.

Teman lain yang pernah ajak saya makan di Cricket Club ternyata juga bukan member di situ. Di Singapura memang banyak klub seperti itu. Bisnis klub merupakan lahan yang menggiurkan.

Tags :
Kategori :

Terkait