GOWA – Beda dengan dua ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, An Nadzir menggelar shalat Idul Fitri hari ini, Rabu (12/5). Sekitar 400 jemaah An-Nadzir Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), menggelar Shalat Idul Fitri 1442 Hijriah,Rabu. Mereka lebih dulu satu hari dibanding ormas Islam lainnya.
Jemaah An-Nadzir Salat Id di halaman masjid perkampungan mereka di Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Somba Opu, Gowa., Sulsel, Rabu (12/5).
Usai shalat, pimpinan An-Nadzir Ustaz Samiruddin Pademmui lantas menyinggung stigma sesat hingga dianggap teroris ketika pertama kali muncul tersebut.
“Kita sama-sama tahu bahwasanya kurang lebih 20 tahun jemaah An-Nadzir ini muncul di tanah air yang memiliki selaku ciri khas yang ketika awal-awal banyak mencurigai An-Nadzir,” katanya.
“Ada yang mengatakan aliran sesat, ada yang mengatakan aneh, teroris dan sebagainya. Sesungguhnya semua itu adalah tidak ada pembuktian sama sekali,” jelas Samiruddin saat khutbah Salat Id.
Saat ditemui wartawan, Samiruddin kembali menjelaskan bagaimana jemaah An-Nadzir berhasil menyingkirkan stigma yang ada dan mereka mulai diterima masyarakat sekitar dan pemerintah.
“Saya kira itu karena mungkin beda tampilan ya secara umum dari pada saudara-saudara muslim kita yang lain, misalnya An-Nadzir itu ciri khasnya pakai sorban, jenggot, kemudian panjang rambut, dipirang, kemudian pakai jubah, gamis,” kata Samiruddin.
Samaruddin menyebut tampilan tersebut ada dalil atau dasar hukumnya. Dia menyebut jemaah An-Nadzir melaksanakan apa yang pernah ditampilkan Rasulullah SAW.
“Karena banyak yang sudah tidak mengenal itu maka ketika pertama kali ditampilkan asli sebagaimana yang pernah ditampilkan oleh Rasulullah, maka ada tanggapan tadi itu, aneh, asing, apalagi masa-masa teroris kan,” katanya.
“ Tapi alhamdulillah semuanya itu bisa kita klarifikasi baik kementrian agama, majelis ulama dan dari ormas-ormas islam lainnya,” katanya.
“Tapi kalau di dalam lingkungan kita di sini kan sebenarnya jemaah An-Nadzir sebelum pemerintah menetapkan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) An-Nadzir sudah lebih duluan PSBB,” jelas Samiruddin.
Hal ini karena jemaah An-Nadzir disebut Samiruddin tinggal di sebuah perkampungan khusus untuk jemaah mereka dan tidak bercampur baur dengan perkampungan masyarakat pada umumnya.
“Jadi saya kira tidak ada masalah untuk jemaah An-Nadzir ya. Tapi kita sendiri tetap mendukung program-program pemerintah, seperti itu,” pungkas Samiruddin. (ral/int/pojoksatu)
Sumber: www.pojoksatu.id