Oleh: Isnaini, S.Pd
Setelah libur hari raya Idul fitri usai, pemerintah kota jambi memberikan waktu libur satu minggu dari batas masuk yang telah di tetapkan. Langkah antisipatif ini di ambil sebagai upaya pencegahan klaster hari raya yang akan muncul.
Selanjutnya penerapan belajar tatap muka yang diwacanakan Pemerintah Kota Jambi pasca lebaran pun disambut dengan baik oleh orangtua.
Berdasarkan polling yang disebarkan kepada orangtua SDN 47 Kota Jambi sebanyak 95% orangtua lebih memilih anaknya untuk mengikuti pembelajaran tatap muka.
Sejumlah orangtua mengakui anak-anak menggunakan gawai selama satu jam untuk belajar dan mengerjakan tugas dari para guru, sisanya mereka gunakan untuk bermain gawai.
“Saya mendukung apapun keputusan pemerintah, namun harus tetap melaksankan protokol kesehatan. Anak-anak dibekali untuk tetap memakai masker dari rumah,” Kata Prisca Hendrayani, perwakilan orangtua.
Prisca menilai kegiatan belajar di rumah tidak bisa fokus dan banyak materi pelajaran yang tidak terserap. Padahal anaknya termasuk aktif dalam belajar namun dia tetap merasa anaknya kurang motivasi dalam memahami suatu materi.
“Lebih suka berkomunikasi langsung dengan para guru di sekolah dan lebih paham apa yang disampaikan oleh wali kelas,” tambahnya.
Berdasarkan polling ada beberapa alasan mengapa orangtua lebih memilih untuk pembelajaran tatap muka. Pertama pada sesi zoom ataupun diskusi via WhatsApp banyak siswa yang tidak mengerti dengan materi namun malu bertanya.
Orangtua yakin anak-anak mereka lebih kreatif jika mereka pergi sekolah. Sehingga para orangtua dengan cepat dan tanggap menyetujui pembuatan surat izin orangtua yang berisi kesediaan para orangtua jika anaknya pergi ke sekolah dan jika terjadi sesuatu yang tidak di inginkan akan menjadi tanggung jawab orangtua.
Alasan kedua yaitu orangtua percaya bahwa anak mereka di usia yang sangat butuh bersosialisasi dengan orang lain.
Mereka yakin bahwa di sekolah anak mereka dapat mengembangkan kemampuan bersosialisasi yang kelak akan bermanfaat saat mereka dewasa.
Banyak orangtua mengeluhkan bahwa anak-anak mereka hanya bermain dengan gawai dan tidak mau lagi berbicara dengan orang lain sehingga banyak orangtua yang resah dengan keadaan ini dan memilih untuk anaknya untuk belajar tatap muka sehingga dapat bertemu dengan teman teman mereka. Orangtua juga merasa bahwa sekolah adalah tempat mendapatkan pendidikan karakter dan tidak bisa dilakukan secara daring.
Kemudian dengan alasan orangtua kesulitan menyuruh anak belajar dan mengerjakan tugas, hingga kesulitan ini berdampak pada menurunnya kualitas belajar anak. Orangtua banyak yang mengeluhkan bahwa anak sering menyepelekan belajar, menunda mengerjakan tugas, hingga akhirnya orangtua yang panik dan marah-marah ketika anak gagal mengumpulkan sesuai tenggat waktu yang telah diberikan.