Melawan Covid-19 memang butuh perjuangan yang begitu berat. Ada orang yang tidak sakit, ada yang tanpa gejala. Namun, ada juga yang sakit parah, bahkan hampir kehilangan nyawa. Pengalaman dr Era Catur Prasetya SpKJ berikut mengajari kita agar tidak meremehkan Covid-19.
SURABAYA — SEORANG perempuan bertumbuh tambun dan berkulit gelap menculik dr Era Catur Prasetya SpKJ pada Mei lalu. Tubuh Catur yang sudah lemah akibat paparan Covid-19 dibawa terbang dari Surabaya ke Bangladesh. Di Bangladesh, perempuan itu menyerahkan tubuh Catur kepada komplotan jahat.
Anggota komplotan itu lantas mengerumuni Catur. Di sebuah ruangan yang remang-remang dan ada jendela kecil di salah satu sudut dindingnya, Catur ”dikeroyok” komplotan tersebut. Tubuh Catur dikoyak-koyak. Satu per satu organnya diambil. Jantung, paru-paru, bahkan alat kelaminnya habis semua.
Anggota komplotan jahat itu lantas pergi, meninggalkan tubuh Catur yang tinggal sebagian dan berlumur darah. Catur sendirian di ruang algojo yang pengap itu. Namun, jiwa Catur masih menempel pada tubuh yang hancur lebur dan tak lagi lengkap tersebut. Catur belumlah mati.
Catur sedih. Dia gagal meminta tolong kepada istrinya agar diselamatkan dari komplotan jahat yang menculiknya. Teman-temannya juga tak menyadari bahwa dia sedang berada dalam marabahaya. Kini Catur hanya seonggok daging dan tulang dengan jiwa yang masih hidup. Dia harus melarikan diri.
Gedung yang ditempatinya itu, yang berjendela kecil di salah satu sudut ruangan itu, akan diledakkan. Dia tak mau kembali ”hancur”. Dia berdoa agar Tuhan menunjukkan kemurahan hati. Catur ingin kembali ke Indonesia, menemui istri dan empat anaknya. Dia ingin tubuhnya kembali utuh.
”Rupanya, itu semua adalah mimpi-mimpi saya. Ketika bangun, saya merasa berada di sebuah ruangan kecil. Saya menoleh ke salah satu sudut ruangan dan keadaannya sama seperti di mimpi saya: remang-remang dan ada jendela kecil di samping saya,” kata Catur Rabu (30/6).
Ya. Itu semua hanyalah mimpi. Mimpi yang menemani hari-hari Catur selama dirawat di RSUD dr Soetomo, Surabaya. Di RS tersebut, dia sempat mendapatkan perawatan intensif akibat paparan Covid-19. Sebelumnya, psikiater dari RS Muhammadiyah Lamongan itu menjalani isolasi mandiri di tempatnya bekerja. Saat menjalani isolasi mandiri, dia sempat membaca novel Origin karya Dan Brown.
Pria yang pada dasarnya menyukai bacaan-bacaan thriller itu, rupanya, terbawa oleh adegan-adegan dalam novel-novel yang dibacanya. Adegan itu terjadi dalam mimpinya karena dia mengalami delirium saat dirawat di ICU RSUD dr Soetomo.
Catur termasuk pasien Covid-19 yang sangat beruntung bisa sembuh. Sebab, dia sempat mengalami kondisi kritis. Dia sulit bernapas hingga memerlukan bantuan ventilator. Rupanya, saturasi oksigennya tak kunjung membaik. Dia pun dirawat dengan bantuan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).
Alat itu membuat paru-paru Catur yang terinfeksi virus beristirahat. Tim dokter RSUD dr Soetomo menggunakan metode tersebut demi menyelamatkan Catur yang saat itu kondisinya sudah sangat parah dan mengalami hipoksia.
Untuk membantu Catur, tim dokter memasangkan slang yang dimasukkan lewat pembuluh vena di pangkal paha dan leher. Lewat slang itu, darah diambil keluar, diproses untuk dihilangkan karbon dioksidanya, lalu oksigen dimasukkan ke darah, lantas darah kembali dimasukkan lewat slang yang terpasang di leher. Begitu terus, selama 24 jam, berhari-hari.
”Kami bergantian menjaga pasien karena rangkaian perawatan dengan ECMO ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Hingga akhirnya, paru-paru dokter Catur membaik dan berfungsi normal. Infeksi teratasi dan tidak ada infeksi sekunder,” ujar dr Kun Arifi Abbas SpAn KIC, anggota tim ECMO RSUD dr Soetomo.
Pria yang juga menjadi dokter anesthesiologists, perfusionist, dan intensivist di tempatnya bekerja itu menyebutkan, sejauh ini ada lima pasien Covid-19 yang berhasil sembuh dengan perawatan ECMO. Catur adalah satu di antaranya.
Kun merasa senang saat mengetahui kabar bahwa Catur kini dapat bernapas tanpa bantuan alat apa pun. Dia berharap Catur yang kini sedang berada di rumahnya di Tuban terus membaik.