Oleh: Azrul Ananda
Wednesday, 04 Aug 2021
Greysia Polii dan Apriyani Rahayu berhasil mendapatkan medali emas untuk Indonesia. Dan mereka layak mendapatkan lebih dari itu. Lebih dari segala bonus dan hadiah yang akan mereka dapatkan. Pasangan ganda putri ini bukan hanya menyelamatkan gengsi Indonesia. Mereka adalah penghibur nomor satu, good news nomor satu, di tengah situasi yang sedang tidak pasti di negeri ini.
Pertama soal gengsi. Medali itu memastikan Indonesia meraih hasil lebih baik dari Olimpiade 2012 di London, lebih baik dari Olimpiade 2016 di Rio. Menempatkan posisi Indonesia lebih tinggi dari negara-negara Asia Tenggara lain. Masak negara yang penduduknya paling banyak kalah dengan tetangga-tetangganya.
Kemudian soal menjadi good news. Saya kira sudah bukan rahasia bukan, kalau banyak orang (mayoritas?) sedang sumpek di Indonesia sekarang. Pandemi yang tak jelas kapan ujungnya, penanganan yang seolah tak jelas arah dan masterplan-nya, disusul dengan berbagai kesulitan membuat perencanaan yang bisa berdampak besar bagi kesejahteraan jutaan manusia Indonesia.
Masyarakat yang sumpek dapat hiburan. Pengusaha yang sumpek dapat pengalih perhatian sejenak. Bahkan anak-anak sekolah yang sumpek tidak bertemu teman dapat tontonan. Termasuk anak-anak saya, yang baru belakangan ini mulai suka bulu tangkis, dan tidak percaya kalau ayahnya dulu tiga tahun ikut klub Djarum...
Pemersatu bangsa yang sebenarnya. Bukan seperti yang diidentikkan dengan postingan-postingan seronok...
Sayangnya, setiap good news ada masa berlakunya. Kebahagiaan itu lambat laun akan kembali disusul dengan realita sekarang. Kita harus menunggu lagi hingga empat tahun lagi (eh, tiga?) untuk dapat berita indah seperti yang diraih oleh Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.
Itu kalau masih bisa dapat lagi.
Dan ingat, kali terakhir Indonesia dapat dua medali emas dalam satu Olimpiade adalah 1992 dulu. Waktu saya masih SMP. Waktu Susi Susanti dan Alan Budikusuma jadi pahlawan nasional.
Mungkin karena saya banyak terlibat di dunia olahraga, saya pun dapat pertanyaan-pertanyaan tentang ini. Kenapa kok Indonesia, dengan penduduk begitu banyak, begitu sulit mendapatkan medali emas di Olimpiade. Sementara Australia, yang penduduknya hanya se-Jabodetabek, bisa bersaing sengit di lima besar.
Beberapa bulan lalu, saya dapat kunjungan dari anggota DPRD sebuah provinsi utama di Indonesia. Kebetulan ada yang di komisi olahraga. Dan dia bertanya, kenapa kok anggaran olahraga begitu besar, tapi tidak banyak atlet dan prestasi menonjol dihasilkan.
Saya ingat betul. Saat dia menyebut angka anggarannya, saya hanya bisa elus dada dan geleng-geleng kepala.
Saya juga sering diajak diskusi soal olahraga, dalam skala diskusi berdua, forum diskusi formal, maupun dalam diskusi online seperti beberapa hari lalu bersama Mas Sandiaga Uno di channel YouTube-nya (Belajar Kreatif Dari NBA: Tata Kelola Sports Tourism). Tema waktu itu bagaimana kita bisa belajar dari empunya olahraga dunia. Dalam hal itu basket, dari NBA. Waktu itu Mas Sandi mengajak bicara saya, Mas Helmy Yahya, serta Thomas Teddy \"TK7.\"
Semuanya orang hebat di olahraga. Mas Sandi itu bukan hanya pintar dan sukses, dia itu olahragawan hebat. Mas Helmy adalah pendahulu saya sebagai penyelenggara event olahraga. Sedangkan yang terakhir itu membanggakan, dia selain pernah jadi atlet basket hebat di Indonesia, sekarang bekerja untuk liga olahraga terbesar di dunia, NFL, di Amerika sono.
Dalam diskusi-diskusi itu, biasanya saya selalu menekankan pentingnya partisipasi di dunia olahraga. Bagaimana kembali ke fundamental, mengingatkan kita pada pelajaran sekolah zaman dulu, yang pernah menyebut istilah \"Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat.\"