DISWAY: Afghan 2.0

Kamis 19-08-2021,00:00 WIB

Kenyataan seperti itulah yang membuat Afghanistan agak sulit mengikuti jejak Uni Emirat Arab (UEA) yang kaya raya.

Di UEA hanya ada dua ke-emiran besar: ke-emiran Abu Dhabi dan Dubai. Lima ke-emiran lainnya sangat kecil-kecil. Ke-emiran Ras al Khaimah misalnya, hanya berpenduduk 300.000 orang –hanya seperti satu kecamatan di Jawa. Bahkan ke-emiran Ajman luasnya hanya 15 km x 15 km.

 

Di UEA, pembagian kue kekuasaan dengan mudah dibagi. Presiden UEA harus selalu dari Abu Dhabi. Sedang perdana menteri harus dari Dubai. Lima emir lainnya dapat jatah di kementerian.

Masing-masing emir mengatur pemerintahan mereka sendiri. Pemerintah pusat tidak punya hak ikut campur. Bahkan ketika Dubai nyaris bangkrut 15 tahun lalu –akibat ambisi besarnya untuk menjadi Singapura-nya dunia Arab– pemerintah pusat tidak turun tangan. Emir Abu Dhabi-lah yang menyelamatkan keuangan Dubai. Lewat skema pinjam-meminjam seperti antar negara.

 

Di Afghanistan –kalau jadi bentuk negaranya adalah ke-emiran– pasti Pastun yang menjadi pimpinan negara dan pimpinan pemerintahan. Hanya apakah ibu kota akan kembali pindah ke Kandahar belum ada tanda-tanda ke sana. Kota Kandahar adalah kota terbesar kedua. Lebih dekat ke Pakistan. Di situlah Taliban didirikan. Di wilayah itu, suku Pastun lebih dominan.

Saya belum tahu bagaimana di wilayah yang didominasi suku Tajiks. Apakah suku Tajiks bisa bersatu atau terbagi juga ke dalam berapa ke-emiran.

 

Sedang di wilayah Hazaras rasanya hanya akan ada satu ke-emiran. Paham Syiah membuat mereka lebih tunduk ke satu imam.

Apakah Hazaras akan mendapat tempat yang layak? Itu masih tanda tanya besar. Itu memerlukan jiwa besar Pastun untuk bisa menerima apa yang mereka anggap sebagai ”kasta terendah” itu.

Di UEA memang ada jabatan presiden dan perdana menteri. Tapi itu hanya istilah saja. Sistem pemerintahannya murni otoriter kerajaan. Bukan presidensial, bukan pula parlementer.

Di Afghanistan mungkin akan ada dewan tertinggi emir. Semacam Syuriah di NU atau Dewan Syuro di PKS. Lalu ada Tanfidziah yang akan memegang pemerintahan.

Memang masih tanda tanya besar: benarkah pemerintahan Taliban 2.0 ini –pinjam istilah komentar di Disway– lebih moderat. Apakah tidak akan muncul tekanan dari bawah untuk menerapkan syariat Islam secara lama.

Juru bicara resmi Taliban pusat memang sangat menjanjikan: wanita boleh bekerja dan sekolah. Semua pejabat lama dimaafkan. Pers independen dibolehkan terus berjalan.

Tapi di lapangan bisa agak berbeda. Saya melihat televisi Amerika. Senin lalu seorang wartawati mencegat pasukan pejuang Taliban bersenjata. Yakni sehari setelah Taliban merebut ibu kota Kabul. Wartawati itu memakai jilbab, dengan wajah tanpa penutup.

Si wartawati bertanya: apakah orang seperti saya bisa diterima?

Jawab: bisa.

Wartawati: Dengan pakaian muslimah seperti ini?

Tags :
Kategori :

Terkait