“Janji,” Ujar Ginanja.
Mungkin ‘Janji’ tidak menentukan segalanya, namun Sarah cukup tahu bahwa Ginanja bukan orang yang akan mengingkari perkataannya. Sarah tidak perlu risau atau berpikir macam – macam mengapa Ginanja berkata seperti itu, manusiawi jika terkadang Ginanja merasa tidak mampu bersanding dengan Sarah, sesekali Sarah juga merasa begitu jika dihadapkan dengan Ginanja. Hubungan mereka bukan perihal siapa yang pantas dengan siapa, jika hari ini Ginanja merasa ragu, maka Sarah yang akan lebih dulu maju menggengam tangan Ginanja dan mengajaknya untuk terus melangkah bersama. Jika esok, Sarah merasa ragu, Ginanjalah yang harus menuntunnya untuk tetap bertahan agar mereka tetap bersama. Menerima dan merasa diterima itu jauh lebih dibutuhkan, percuma merasa pantas namun dibaikan. Tidak akan ada yang mau bertahan pada hubungan yang sudah jelas diambang kehancuran, jikapun salah seorang bertahan, pastilah sakit bukan di permainkan oleh perasaan? (*)
Bersambung