Minggu 22-08-2021,00:00 WIB

“Sakit Mbak!” Ringis Ginanja mengelus lengannya yang memerah, bibir Ginanja mengerucut sebal, menatap Mbak Senja dengan tampang tersakiti. Melihat Ginanja, Mbak Senja menghembuskan nafas lelah.

“Kamu itu ya pagi – pagi udah buat Mbak marah – marah aja, emangnya kamu mau Mbak cepat tua, keriput sana sini cuma karena marahin kamu tiapi hari?!” Omel Mbak Senja dengan nafas yang tersengal – sengal, lelah dengan segala kata yang keluar dari bibirnya.

Ginanja mencebik, “kalo udah dasarnya mau tua ya tua aja kali! Mbak Senja kan udah tua, wajar dong kalo keriput.”

Mendengar hal tersebut membuat Mbak Senja mau tidak mau kembali melayangkan satu pukulan lagi ke lengan Ginanja, “Argh...sakit mbak,” ringis Ginanja. “Ringan tangan banget sih mbak,” Protes Ginanja yang kembali harus mengelus lengannya sebab pukulan kedua Mbak Senja.

“Gausah banyak drama, sana antar makanannya!” Suruh Mbak Senja tegas. Medengar hal tersebut, Ginanja segera berlutut di depan Mbak Senja, dengan wajah yang sengaja diseting semenyedihkan mungkin, Ginanja berakting dramatis agar tidak disuruh mengantarkan makanan ke tetangga yang memiliki anak minim kewarasan tersebut.

“Wahai Mbak Senja, saudaraku yang tercinta. Tak bisakah engkau membiarkan daku bahagia. daku rela mengerjakan apapun untukmu, tolong suruh daku mengantarkan hal lain kepada yang lain pula.” Ginanja berdialog seolah dirinya benar memerankan suatu drama kolosal, dimana biasanya sang tokoh laki – laki berkata dramatis terhadap perempuan yang ia cintai.

“Nggak usah banyak alasan, anterin sana!” Mbak Senja tidak menoleransi penolakan apapun dari Ginanja. Dengan terpaksa, Ginanja menerima bungkusan makanan yang diberikan oleh Mbak Senja, dan saat ingin keluar kamar barulah Ginanja menyadari, pintu kamarnya terkunci, dari mana Mbak Senja memasuki kamarnya. Ginanja menatap pintu kamarnya dan Mbak Senja bergantian, seolah paham dengan raut bingung Ginanja, Mbak Senja menunjuk jendela.

“Kamu pikir lewat mana lagi kalo nggak lewat jendela!” Ujar Mbak Senja dengan tangan bersedekap yang dibalas tawa oleh Ginanja, “mana tau aja Mbak ngecosplay jadi kuntilanak, terbang kesana –kemari.” Ujar Ginanja.

“Ginanja,” Panggil Mbak Senja sebelum benar – benar pergi, Mbak Senja mendekati Ginanja dan tersenyum jahil lalu mencolek bahu Ginanja dengan tingkah genit yang sengaja dibuat malu – malu, “Mas Ginanja, jangan jauh – jauh dari Sarena yaa… ahhh, Mas Ginanja.” Mendengarnya Ginanja bergidik seram membayangkan apa yang akan terjadi padanya saat mengantarkan makanan yang tengah ia jinjing. sedang Mbak Senja tengah berlari menghindari Ginanja dengan tawa puas karena berhasil menggoda Ginanja.

“MBAKK SENJAAA!!!” Teriak Ginanja kesal, sedang Mbak Senja tengah berlari menghindari Ginanja dengan tawa puas karena berhasil menggoda Ginanja.

“Benci dan Cinta itu beda tipis Ginanja, sekarang boleh benci, besoknya mana tau cinta!” Ucap Mbak Senja sebelum benar – benar hilang dari pandangan Ginanja.

Mendengar perkataan Mbak Senja, tubuh Ginanja meremang seram, bulu kuduknya berdiri, jatuh cinta dengan Serena adalah peristiwa paling horror untuknya, tidak mungkin dan tidak boleh terjadi.

Demi Sarah.

Amit-amit cabang bayi! (*)

Bersambung

 

Tags :
Kategori :

Terkait