DISWAY: Krisis Tertinggi

Senin 23-08-2021,00:00 WIB

Orang seperti Menaro selalu menjadi pengingat agar hidup tidak harus bermewah-mewah.

Sampai sekarang saya masih berhubungan baik dengan anak-anaknya. Saya lihat, belakangan, Charles memang sudah berani naik kelas bisnis, tapi perusahaan itu memang kian besar saja.

Semula saya tidak percaya bisa terjadi krisis kontainer. Tapi tidak hanya satu orang yang menemui saya. Beberapa pengusaha ekspor terus mengeluhkan hal yang sama. Saya pun menghubungi Charles. Ternyata Charles membenarkannya.

Krisis ini kelihatannya akan panjang. Mengatasi kekurangan kapal tidak bisa dalam hitungan bulan.

Terlalu banyak kapal yang dijadikan besi tua selama dua tahun terakhir. Pun kapal yang kondisinya masih sangat baik. Harga besi tua lagi tinggi-tingginya (Baca Disway 20 Mei 2021: Harga Pagar Baja).

Saya lantas teringat teman saya di Manado: Jeffry Jocom (baca: yokom). Ia baru semangat semangatnya mengembangkan pabrik kelapa. Pasar ekspor tepung kelapa lagi baik-baiknya.

Dulu kita selalu nyinyir: mengapa tidak ada pabrik pengolahan kelapa di Sulut. Jeffry membangunnya. Lalu membangun lagi. Pabrik kelapanya kini bisa mengolah 1 juta butir kelapa sehari. Sulit ya membayangkan 1 juta kelapa diproses hanya dalam satu hari.

Itu termasuk pabrik lama yang ia beli dari pengusaha Sulsel, Baramuli. Juga termasuk pabrik baru yang ia bangun di Gorontalo.

 

Jeffry ekspor tepung kelapa ke Eropa. Untuk bahan makanan dan kosmetik. Belakangan ia bisa ekspor santan beku ke Tiongkok. Ekspornya naik terus. Di sana dijadikan minuman botol atau kaleng. Dicampur dengan air kelapa. “Mereka juga sudah minta contoh air kelapa dari Indonesia. Saya sudah kirimkan,” ujar Jeffry.

Selama ini santan dari Indonesia itu dicampur dengan air kelapa dari Vietnam –jaraknya lebih dekat. Tapi karena sudah bisa menerima santan dari Indonesia sekalian saja mereka akan impor air kelapa beku dari kita.

 

“Ayah Anda juga lahir di Manado?” tanya saya.

“Iya pak,” jawabnya.

“Anda generasi ke berapa yang lahir di Manado?” tanya saya.

“Saya pribumi Manado pak,” jawabnya.

Awalnya saya benar-benar menyangka Jeffry itu Tionghoa –melihat wajah dan kegigihannya.

Jefry hanya tamat SMA di Manado –SMA Katolik Don Bosco. Lalu merantau ke Surabaya.

Tags :
Kategori :

Terkait