DISWAY: Wanita Niqab

Kamis 26-08-2021,00:00 WIB

Keluarga Wali adalah suku Pastun warga NU. NU-nya Afghanistan. Disebut NU-A. Alirannya juga ahlussunnah wal jamaah. Juga mirip NU di sini: memegang ijma’ dan qiyas, di samping Quran dan Hadis. Lambangnya pun mirip-mirip NU kita.

?

Tentu tidak ada tahlil di Nahdlatul Ulama Afghanistan. Tidak ada walisongo di sana.

NU Afghanistan berdiri tahun 2010. Pendirinya Dr Fazal Ghani Kakar, ulama yang dekat dengan tokoh-tokoh NU Indonesia. “NU-A sudah punya cabang di beberapa kota,” ujar Wali.

Wali sendiri mendapat tawaran beasiswa di IKHAC dari jalur NU-A. Waktu itu ia sudah kuliah di University of Kabul. Ia ambil jurusan teknik sipil. Sudah semester 4. Ia ambil jurusan teknik karena Afghanistan kekurangan insinyur dan dokter.

“Saya minta saran dari para dosen dan keluarga. Mereka mendorong saya untuk menerima tawaran beasiswa itu,” ujar Wali.

Ia tidak tahu apa-apa tentang Indonesia kecuali dua hal: ibu kotanya Jakarta dan merupakan negara berpenduduk Islam terbesar di dunia.

Kini, setelah lima tahun di Pacet, Wali sudah mahir berbahasa Indonesia. Juga bahasa Jawa. “Saya kalau telepon ke keluarga sering terlupa pakai bahasa Indonesia,” katanya lantas tertawa.

 

Saya menemui Wali kemarin pagi di Pacet. Di asramanya. Lalu kami ngobrol di masjid kampus. Kami bersila di dekat bedug, Selama lebih 1 jam.

 

Wali berkulit putih, bermata tajam, berkumis, berjambang, dan berjenggot. Penampilannya rapi sekali. Bajunya hem lengan pendek yang disetrika licin. Kumis, jambang, dan jenggotnya pun dicukur rapi. Badannya terjaga langsing. Kopiahnya putih. Dan ini dia: pakai sarung.

“Waktu datang di Indonesia, tahun 2016, saya membawa 6 pakaian Afghanistan. Sekarang tinggal satu,” katanya.

Selebihnya sudah habis diminta teman-teman baiknya. “Yang sisa satu itu tidak boleh lagi diminta,” katanya. Sekarang hampir sepanjang hari ia memakai sarung.

Sejak tahun 2016 itu Wali belum pernah pulang kampung. “Tahun lalu ingin pulang tiba-tiba ada Covid,” katanya.

Maka setelah lulus S-1 jurusan ekonomi syariah Wali meneruskan ke S-2 jurusan manajemen. Kelihatannya Wali memang kerasan di Indonesia. Makanan Indonesia yang mana pun ia suka. Terutama sekali rawon. Dan nasi goreng.

Sesekali kalau kangen masakan Afghanistan ia masak sendiri. Ada kompor di kamarnya. Ia suka masak hagei dan mahi. Hagei adalah sebangsa roti lebar itu. Mahi adalah telur dadar yang diberi macam-macam itu.

Di Indonesia Wali sudah sering diminta khotbah. Pakai bahasa Arab dan Indonesia. Khotbah di Indonesia beda dengan di Afghanistan yang aliran Hanafi. Di Afghanistan khotbah murni bahasa Arab. Hanya saja sebelum khotbah selalu ada ceramah dalam bahasa Parsi atau Pastun. Ceramah sebelum khotbah itu disebut nasihat. “Jumat di sana ada khotbah dan ada nasihat,” ujarnya.

Tags :
Kategori :

Terkait