JAKARTA – Harapan pemulihan ekonomi terkait penyebaran virus Covid-19 mulai terlihat sejak awal tahun 2021. Beberapa indikatorekonomi domestik maupun global mengalami perbaikan diiringipenyempitan pada defisit APBN terhadap PDB. Di tengah perbaikanekonomi tersebut, sentimen market Indonesia masih dibayangi oleh rencana tappering The Fed. Meskipun fundamental Indonesia saatini lebih baik dibanding tahun 2013, namun pelaku pasar perlumenyiapkan berbagai strategi mitigasi risiko di tengahketidakpastian pasar dan ekonomi.
Menghadapi kondisi tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai salah satu market maker pada pasar keuangan Indonesia menyelenggarakan Hedging School dengan tema Managing Risk and Reinforcing Efficiency Through Hedging Activities” denganpembicara dari Bank Indonesia, Kementerian BUMN dan Ernst&Young pada hari Kamis (26/08).
Dilakukan secara virtual, acara dihadiri lebih dari 500 perusahaandengan diawali opening speech Wakil Direktur Utama BRI CaturBudi Harto. Dalam sambutannya, Catur menyebutkan bahwa Indonesia mulai masuk ke fase pemulihan ekonomi. Namundemikian, dampak Second Wave Covid-19 mengharuskanmasyarakat Indonesia untuk kembali melakukan PPKM ditambahdengan rencana tappering atau pengurangan stimulus moneter oleh The Fed menjadi tantangan tersendiri yang perlu diantisipasi. “Hedging diibaratkan sebagai sebuah ‘asuransi’ bagi pelaku pasar untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat saja terjadidi masa mendatang.” imbuh Catur.
Hal yang sama juga disebutkan oleh Bank Indonesia. DirekturDepartemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, RahmatullahSjamsudin, menyebutkan bahwa hedging ibarat sebuah produk‘wajib’ yang harus dimiliki oleh pelaku pasar. Dengan melakukan hedging, pelaku pasar telah memitigasi potensi risiko penguatanmaupun pelemahan mata uang. Rahmatullah menambahkan, saat initransaksi hedging masih memiliki porsi yang minim terhadap total transaksi valas di Indonesia. Tercatat transaksi hedging hanya 39% dari total transaksi valas di pasar valas Indonesia. Sehingga, kerjasama antar otoritas dan perbankan sangat dibutuhkan untukedukasi, serta diseminasi hedging kepada pelaku pasar.
Kementerian BUMN, melalui Asisten Deputi Bidang Jasa Keuangan, Muhammad Khoerur Roziqin, menyebutkan bahwaKementerian BUMN sebagai bagian dari agen pembangunan turutberkontribusi atas peningkatan transaksi derivatif nasional. Hingga Q2 2021 tercatat 61% perusahaan BUMN telah melakukan aktivitashedging. Demi penguatan aktivitas hedging terhadap perusahaan-perusahaan BUMN, Kementerian BUMN telah mengeluarkanPermen BUMN No. PER-09/MBU/2013 tentang kebijakan umumtransaksi lindung nilai dan Surat Menteri BUMN No.S-388/MBU/07/2017 tentang Pedoman penyusunan transaksi hedgingterhadap perusahaan BUMN.
Sebagai penutup, Assurance Service Partner Ernst&Young, Christophorus Alvin Kossim memaparkan mengenai Akuntansi atas Hedging bagi pelaku pasar di Indonesia yang ingin melakukan transaksi Hedging atau transaksi derivatif lainnya.
Hadirnya Hedging School yang diselenggarakan oleh BRI, diharapkan dapat memberikam insight terkait produk-produkkeuangan yang dapat menunjang aktivitas bisnisnya. Sebagai salah satu bank yang telah melayani transaksi hedging lebih dari 30 tahun, BRI telah dianugrahi beberapa penghargaan Internasional, di antaranya Best FX Bank for Retail Clients, Best FX Bank for Money Market Products, dan Best FX Bank for Structured Products. Ke depannya BRI berkomitmen untuk terus memberikan pelayananterbaik kepada nasabah demi mendukung program-program pemulihan ekonomi nasional. (*)