Kontroversi Pernyataan Letjen Dudung, Mantan Teroris Ken Setiawan Bilang Seperti Ini

Sabtu 18-09-2021,00:00 WIB

JAKARTA – Mantan teroris sekaligus pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan, menyoroti kontroversi yang muncul akibat pernyataan Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal (Letjen) TNI Dudung Abdurachman.

Letjen Dudung sebelumnya menyebut semua agama benar di mata Tuhan. Letjen Dudung juga menegaskan pernyataannya semata-mata untuk menjaga toleransi antar-umat beragama, sekaligus menciptakan kerukunan antar-umat beragama demi soliditas anggota Kostrad.

Namun, pernyataan itu dikritik sejumlah pihak, termasuk di antaranya pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI).Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI Cholil Nafis menyebut seseorang yang memeluk agama tentu bakal meyakini agama yang paling benar adalah agama yang dipeluknya.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) Anwar Abbas juga menyebut sebuah kesesatan apabila seorang muslim menyatakan semua agama itu benar di mata Tuhan.

Ken mengingatkan pihak yang mewakili MUI seharusnya menyampaikan pesan yang menyejukan. “Sangat penting pihak yang mewakili MUI menyampaikan pesan menyejukkan, bukan malah kontradiksi, terkesan memprovokasi dan memperkeruh suasana,” ujar Ken dalam keterangannya, Jumat (17/9).

Menurut Ken, apa pun agamanya semua orang mempunyai persepsi yang sama tentang Tuhan.

Yaitu cinta dan kasih sayang, sebab tanpa cinta tidak mungkin hidup dapat dimaknai. “Tidak mungkin peradaban tercipta. Bahkan orang yang tidak beragama pun persepsinya sama yaitu cinta,” ucap Ken.

Ken juga mengatakan setiap agama punya konsepsi yang sama, yaitu rahmat untuk seluruh alam yang di sampaikan dalam bahasa berbeda oleh setiap agama. Jadi, beragama yang baik tidak saling menyalahkan, tetapi saling berkasih sayang kepada sesama mahluk ciptaan Tuhan.

“Beragama itu otomatis bertambahnya kebaikan yang memberikan kemanfaatan kepada orang lain di sekitar kita. Itu terjadi bila agama menjadi konsepsi yang rahmatan lil alamin,” katanya.

Dia kemudian menganalogikannya secara sederhana, antara air dan cangkir. “Persepsi itu air, sementara konsepsi itu adalah cangkir, apa pun model cangkirnya, toh isinya tetap air dan kualitas air tidak ditentukan oleh cangkirnya,” katanya.

Ken lantas bercerita tentang Nabi Muhammad yang dilempar batu oleh kaumnya, tetapi memilih mendoakan agar Tuhan membukakan hidayah. Demikian juga dengan Nabi Isa A.S atau Yesus yang digiring dalam keadaan tersalib, juga mendoakan umatnya agar Tuhan mengampuni.

Dia menyebut dalam hal ini antara persepsi dan konsepsi bertemu menjadi satu. Ken lebih lanjut mengatakan belakangan agama menjadi berbeda, sekte, kelompok, bahkan yang satu agama hanya karena beda tafsir, sebab para tokoh membuat persepsi tentang Tuhan berbeda dengan agama sebagai konsepsi.

Dia menegaskan, fatal membuat persepsi agama lain salah. Karena hal tersebut hanya akan berujung konflik tak berkesudahan, seperti debat kusir yang tak ada akhirnya. Bahkan, saling mengkafirkan bukan hanya yang berbeda, satu agama pun bisa dikafirkan bila berbeda tafsir.

“Beberapa kelompok bahkan menafsirkan boleh saling bunuh dan mengambil harta orang lain atas nama agama kerena menganggap harta orang kafir itu halal dan dibolehkan dalam tafsir mereka,” katanya.

Ken kembali merunut sejarah saat Nabi Muhammad tidak berdoa kepada Tuhan agar umat yang melempar batu dihukum dengan bencana dan Nabi Isa atau Yesus juga tidak berdoa kepada Tuhan agar mereka yang menyalibnya dikenakan bencana.Menurut Ken, itu karena persepsi Nabi tentang Tuhan adalah cinta dan kasih sayang. Tidak mungkin Nabi memprovokasi Tuhan agar menghukum manusia hanya karena tidak suka dengan dirinya. Ken bersyukur bisa keluar dan melewati masa yang kelam setelah sebelumnya bergabung di Negara Islam.Dia kini berubah 180 derajat. Dulu dia menganggap semua orang itu kafir selain kelompoknya. Bahkan, yang agama Islam bila belum berbaiat di NII juga dianggap kafir. Namun kini Ken bisa berbaur dengan masyarakat luas, bahkan mengisi kegiatan di tempat agama lain, tanpa rasa curiga.

Ken juga menolak disebut ustaz dalam beberapa undangan kegiatan, karena merasa dirinya orang yang masih kotor, yang baru diangkat dari tempat sampah.

Dia terus belajar dan bersyukur dapat memahami persepsi tentang Tuhan berupa cinta dan kasih sayang, sehingga tahu cara mencintai.

Tags :
Kategori :

Terkait