Saya pernah makan satu meja bertiga: dengan Bu Risma dan Ibu Mega. Saya rasakan hubungan istimewa kedua wanita itu. Bu Mega terlihat sudah terbiasa dengan gaya Bu Risma yang ceplas-ceplos: Suroboyoan. Dengan gerak tubuh yang tidak perlu disopan-sopankan. Yang untuk ukuran orang sebagian orang Jawa bisa saja dianggap kurang sopan. Toh tidak terlihat ada sedikit pun keberatan Bu Mega dengan gaya Risma seperti itu.
Marahnyi Bu Risma memang keras. Agak kasar. Tapi mulutnyi tidak kotor. Tidak ada harta dari toilet yang keluar dari mulut marahnyi. Tidak ada pula kebun binatang di lidahnyi.
Saya pun akan marah: kalau melihat data orang miskin yang harus salah terus. Sudah sekian tahun. Sudah di zaman komputer dan Wi-Fi seperti ini.
Harus ada yang marah di negeri ini: asal marahnya tetap yang ikhlas. (Dahlan Iskan)