Saya pun bertanya ke ahli konstruksi: seberapa banyak batu yang diperlukan untuk bendungan dengan ukuran seperti itu. \"Hitungan kasar saja, perlu batu sekitar 9 juta m3,\" katanya. Dari angka itu siapa pun sudah bisa menghitung: berapa nilai batu tersebut. \"Sekitar Rp 1 triliun. Itu kalau didasarkan harga batunya Rp 125.000/m3,\" ujar pengusaha konstruksi itu.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, memutuskan: batu senilai Rp 1 triliun itu akan diambil dari Desa Wadas. Ganjar tentu sudah mendasarkan putusan itu dari kajian tim teknisnya.
Jarak gunung batu di Wadas itu hanya 8 Km dari proyek. Mengangkutnya tidak jauh. Hanya saja posisi Wadas lebih rendah dari proyek bendungan –yang 500 meter di atas permukaan laut.
Menurut Kiai Imam, penetapan pertama Wadas sebagai sumber batu itu berdasar izin yang diberikan Gubernur Ganjar pada 8 Maret 2018.
Itulah izin penetapan lokasi (IPL) proyek. \"Saya lihat persoalan ini muncul karena izin lokasi waduk dan izin lokasi penambangan batu dijadikan satu,\" ujar Kiai Imam.
Waktu saya hubungi kemarin malam, Kiai Imam lagi dalam perjalanan dari Jepara ke Yogyakarta. Beberapa kali hubungan telepon terputus. \"Dasar yang digunakan pun satu: UU No 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk pembangunan,\" ujarnya. \"Harusnya, baiknya, IPL untuk tambang batu Wadas dibuat terpisah. Dasar yang digunakan mestinya UU Pertambangan,\" tambahnya.
Kiai Imam lahir di Pati. Ia putra seorang kiai terkemuka di sana. Ayahnya itu diminta gabung ke pondok pesantren \'\'bintang sembilan\'\' di Yogyakarta, Krapyak. Untuk ikut membantu kiai utama di situ, KH Ali Maksum –Rais Syuriah NU pada zamannya.
Kiai Imam sendiri awalnya sekolah di pesantren Jepara milik Rais Aam NU berikutnya, KH Sahal Mahfudz. Lalu melanjutkan ke Pesantren Krapyak.
Ketika kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Imam menjadi aktivis mahasiswa. Ia pernah duduk sebagai ketua PMII cabang Yogyakarta –organisasi mahasiswa NU. Ia juga menjadi pemimpin redaksi majalah kampus, Arena.
Kiai Imam, kini berumur 59 tahun. Pembawaannya tetap: kalem, pendiam, rendah hati. Ia tergolong jarang bicara –kalau tidak diminta. Tapi hatinya teguh. Apalagi kalau harus membela rakyat kecil yang termarjinalkan.
Ia juga dikenal sebagai kiai yang nyaris zuhud –tidak tertarik uang dan kekayaan. Juga jabatan. Ia pernah duduk sebagai pengurus di PBNU, tidak lagi sekarang. Tapi Wakil Presiden KH Ma\'ruf Amin memintanya untuk menjadi salah satu staf khususnya.
Empat hari lalu Kiai Imam bertemu Gubernur Ganjar Pranowo. Bersama dengan tim dari Komnas Hak Asasi Manusia. Kiai Imam diminta pendapat.