JAKARTA - Pernikahan beda agama di salah satu gereja di Semarang mendapatkan reaksi dari Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa\'adi.
Sebelumnya prosesi pernikahan itu viral setelah video yang menunjukkan perempuan berjilbab menikah di gereja tersebar luas di media sosial. Menanggapinya, Wamenag Zainut memastikan peristiwa yang diduga pernikahan beda agama itu tidak akan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
Menurutnya, sampai saat ini regulasi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Diungkapkan Zaenut, berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 dijelaskan bahwa perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Pasal ini pernah diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2014 dan sudah keluar putusan penolakan dari MK.
\"Jadi, penting bagi kita untuk melihat persoalan ini dengan kembali pada bagaimana hukum agama itu mengatur perkawinan juga harus memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku,\" tegas Wamenag Zainut yang dihubungi JPNN.com, Selasa (8/3).
Dia melanjutkan, perkawinan adalah peristiwa sakral yang tidak bisa dipisah dari konteks agama. Di Islam sangat jelas bahwa perkawinan itu adalah ibadah, tidak bisa dilepas dari agama.
Diketahui, Warga Kota Semarang dihebohkan video sepasang pengantin tengah menjalani prosesi pernikahan di sebuah gereja. Di antara kedua mempelai itu ada seorang pastor.
Pengantin perempuan dalam video itu tampak memakai hijab, sedangkan mempelai prianya mengenakan jas hitam. Konselor Pernikahan Beda Agama Ahmad Nurcholis mengatakan prosesi tersebut terjadi di Kota Semarang.
“Saya menjadi saksi pernikahan beda agama itu kemarin Sabtu,\" ujarnya melalui sambungan telepon kepada wartawan, Senin (7/3).
Menurut Nurcholis, akad nikah dan pemberkatan sepasang pengantin itu dilakukan di dua tempat terpisah. Prosesi akad nikahnya dilaksanakan di sebuah hotel, sedangkan pemberkatannya di Gereja St. Ignatius, Krapyak.
Nurkholis menjelaskan pasangan beda agama itu menjalani proses sekitar dua tahun hingga akhirnya mencapai pernikahan. Dia juga menyebutkan pernikahan beda agama di Kota Semarang bukan yang pertama.
Nurkholis mengaku telah mendampingi lebih dari 30 pernikahan pasangan beda agama. (jpnn/zul)