SUKOHARJO - Terduga teroris yang ditembak mati Densus 88 Ati Teror, dr Sunardi ternyata dikenal baik, suka menolong, dan rajin berjamaah di masjid. Para tetangga membeberkan kondisi kesehatan dr Sunardi sebelum ditembak mati.
Polisi menyebut dr Sunardi ditembak, karena melawan saat hendak ditangkap, Rabu (9/3) malam. Jenazah dr Sunardi sudah dibawa pulang ke rumahnya di Jalan Dr Muwardi 92 Gayam, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (10/3) sore.
Para tetangga datang melayat ke rumah duka. Mereka menceritakan bahwa dr Sunardi rajin ke masjid untuk salat berjamaah.
Dokter lulusan Fakultas Kedokteran UNS itu ke masjid dengan naik mobil, karena kondisi tubuhnya sudah tidak kuat berjalan.
“Dokter Sunardi itu orang baik. Beliau selalu salat berjamaah bareng yang lain. Beliau kalau datang (ke masjid) itu naik mobil karena kaki beliau kan sakit,” kata Abdullah, tetangga dr Sunardi, seperti dilansir Panjimas.
Menurut Abdullah, dr Sunardi harus menggunakan tongkat saat berjalan. Ketika salat berjamaah di masjid, Sunardi harus menggunakan kursi roda, sehingga tidak bisa sujud.
“Beliau pakai tongkat. Kalau jalan pelan-pelan. Dia selalu menyimpan kursi (untuk salat) di masjid. Untuk salat dia nggak bisa ruku’ nggak bisa sujud,” beber Abdullah.
Ia tak menyangka Sunardi mengalami nasib tragis di tangan Densus 88. “Saya sebagai tetangga juga prihatin, kok kejadiannya bisa seperti ini,” jelas Abdullah.
Tetangga lain, Maryamah mengaku, pernah berobat ke klinik dr Sunardi. Namun sang dokter tidak meminta bayaran setelah berobat.
Maryamah menceritakan anak dan suaminya pernah berobat ke klinik Sunardi, karena sakit vertigo. Saat itu, Maryamah tidak dimintai bayaran, hanya dikasih resep dan disuruh menebus obatnya ke apotek.
“Saya pernah berobat waktu anak saya kecil. Suami saya waktu vertigo juga pernah berobat ke dokter Sunardi,” cerita Maryamah.
“Kata Pak dokter, ini vertigo. Nggak usah bayar. Ini saya kasih resep, beli aja di apotak,” tambah Maryamah menirukan ucapan Sunardi.