Sejauh ini fenomena jabatan publik yang turun ke adik, ke istri, dan ke anak hanya terjadi di pulau Jawa dan pulau Sulawesi. Saya belum melihat hal itu terjadi di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. Perkiraan saya, di masyarakat yang tinggi ewuh-pakewuhnya sangat mudah calon pejabat dari dinasti untuk menang dalam pilkada. Di kampung saya, kami memilih kepala daerah berdasarkan rekam jejak. Rekam jejak tak akan mudah dihilangkan. Apalagi rekam jejaknya gak bagus, pasti akan jadi barrier bagi calon pejabat. Ada satu lagi yang menjadi penghalang di kampung saya untuk menurunkan jabatan publik ke keluarga. RASA MALU. Tak pernah saya dengar ada bupati di kampung saya mendorong saudara, anak dan istrinya untuk maju jadi kepala daerah karena dulu kakaknya, bapaknya atau suaminya pejabat yang terkenal. Prinsipnya adalah jabatan itu diraih karena prestasi. Tidak mengandalkan nama besar keluarga. Perilaku itu hanya terjadi di masyarakat yang egaliter. Dan kami di Sumatra Barat memang egaliter.