Bahwa hujan itu berhenti, kata ahli cuaca, memang sudah waktunya berhenti. Ada atau tidak ada Rara. Cuaca kini makin bisa dihitung: kapan hujan dan untuk berapa lama.
Bahwa terjadi hujan di Mandalika ternyata justru disyukuri para pembalap. Apalagi, hujan bisa berhenti pada saat yang tepat. Kalau saja tidak sempat ada hujan, menurut media di Barat, cuaca di Mandalika akan terlalu panas. Aspal di lintasannya juga terlalu berpasir. ”Hujan sebentar itu telah membersihkan pasir debu dari permukaan lintasan,” tulis media tersebut.
Itu dibuktikan dari balapan kualifikasi sehari sebelumnya. Seorang pembalap terjatuh. Pakaian balapnya –dengan bahan dari kulit– diperiksa. Ternyata banyak pasir batu yang menancap di bahan kulit itu. Dan hujan sebentar itu telah membersihkan permukaan aspalnya.
Berhasilkah acara MotoGP Mandalika itu? ”Secara umum sangat berhasil. Nama Indonesia terangkat di dunia balap motor,” ujar pengamat balap independen.
Publikasi balap Mandalika di luar negeri sangat positif. ”Sudah layak Indonesia jadi penyelenggara. Dunia tahu penggemar MotoGP di Indonesia terlalu banyak. Terbanyak di dunia,” tulis mereka.
Kalau saja tahun depan balap itu bisa digeser ke Juni atau Juli, tentu jauh lebih berhasil. Cuaca Bali-Lombok di bulan itu luar biasa nyamannya. Pasti pengunjung internasional akan sangat terkesan.
Tapi, di bulan itu Bali dan Lombok sangat ramai. Disebut peak season. Sudah banyak turis yang ke sana. Untuk apa menambah ramai yang sudah ramai.
Mungkin banyak juga yang menginginkan tetap saja di bulan Maret. Di musim hujan. Dengan alasan sederhana: agar Rara bisa beraksi lagi. Menghibur sekali. Pun secara internasional. Ada kearifan lokal dalam event internasional. Ada nama orang Indonesia yang diberitakan hampir sejajar dengan para juara.
Yang sedih adalah tokoh-tokoh yang semula berharap ikut top di event besar tersebut. Yang telah bekerja keras mempersiapkan balapan bergengsi itu. Tiba-tiba nama-nama itu tenggelam oleh Rara.
Siapa Rara?
Anda sudah tahu: dia tarot. Spesialisasinyi: mencegah, menahan, menggeser, dan menyetop hujan. Di Bali Rara itu diibaratkan Calon Arang. Di zaman Kerajaan Kadiri-nya Prabu Airlangga.
Sama-sama wanita. Sama-sama single parent. Sama-sama punya anak satu. Sama-sama punya kesaktian.