JAKARTA - Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 2 April, sedangkan pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) sangat mungkin mengawali puasa pada 3 April.
Dirjen Bina Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengimbau umat Islam saling menghargai bila awal Ramadan 1443 Hijriah tahun ini tak serentak antara pemerintah dan Muhammadiyah.
Hal itu ia sampaikan merespons prediksi dari Badan Riset Nasional (BRIN) yang mengatakan 1 Ramadan 1443 H dari pemerintah akan berbeda dengan Muhammadiyah.
”Kalaupun terjadi perbedaan, kita berharap kita tetap bisa saling memahami dan menghargai,” kata Kamaruddin.
Kamaruddin tidak menampik perbedaan awal Ramadan bisa terjadi. Namun, ia tak mau berspekulasi lebih lanjut terkait hal tersebut.
Sebab, Kemenag harus menunggu sidang isbat penentuan awal Ramadan 1443 yang digelar pada 1 April 2022.
Awal puasa Ramadan 1443 H diperkirakan tidak serentak. Potensi perbedaan seperti itu diprediksi juga terjadi pada penetapan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Potensi perbedaan awal Ramadan, 1 Syawal, dan Idul Adha tersebut disampaikan Guru Besar Astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin dalam webinar yang diadakan Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) dan LPBKI MUI di Jakarta.
’’Dengan wujudul hilal 1 April itu sudah wujud,’’ katanya, Senin (28/3).
Dengan demikian, ormas keagamaan yang menggunakan acuan wujudul hilal bakal mulai berpuasa 2 April.
Sementara itu, bagi ormas keagamaan yang menggunakan rukyat, pada 1 April hilal belum bisa dirukyat atau diamati. Karena itu, 1 Ramadan 1443 H jatuh pada 3 April.
’’Secara rukyat, tidak mungkin terjadi rukyat (pada 1 April) sehingga awal Ramadan ini akan terjadi perbedaan,’’ jelas mantan kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu.