Egonya itu yang membuat kecintaan padanya tidak penuh. Apalagi anggota keluarga Rajapaksa banyak yang masuk ke politik. Tiga adiknya jadi anggota DPR atau menteri. Juga para keponakan. Salah satunya sampai masuk pengadilan: korupsi.
Setelah ganti pemerintahan, Mahinda jadi pemimpin oposisi. Selama lima tahun. Sampai adiknya, Gotabaya Rajapaksa, terpilih menjadi Presiden Sri Lanka di periode berikutnya.
Karena tidak bisa tiga periode, Mahinda ganti nyaleg: terpilih jadi anggota DPR. Maka ia memenuhi syarat untuk masuk kabinet adiknya: jadi perdana menteri.
Nasib kepresidenan Sang Adik tidak sebaik Sang Kakak: baru setahun jadi presiden diserang pandemi. Ekonomi macet. Lalu dipukul harga minyak dan terigu.
Kemacetan pun merembet ke politik. Lalu ke sosial. Krisis terjadi di banyak bidang.
Presiden Gota kini lagi mendekati oposisi: untuk membangun pemerintahan bersama. Alasannya: agar rukun, bersatu untuk menyelesaikan masalah bangsa dan keluar dari krisis.
Yang dirayu bergeming. Oposisi akan terus bergerak menentang Gota. Sampai sang presiden meletakkan jabatan. Demo oposisi telah mengguncang kabinet. Tapi Presiden Gota masih tetap bertahan.
Nama pemimpin oposisi itu: Sajith Premadasa. Umur: 55 tahun.
Sajith dua kali menjadi menteri di pemerintahan sebelum Presiden Gota.
Saat ini ia anggota DPR dari Samagi Jana Balawegaya. Kursi partai ini hanya 54 dari 225 kursi di parlemen.
Sajith, lulusan London School of Economics dan University of Maryland USA. Dengan hanya 54 kursi sebenarnya Sajith tidak bisa banyak berbuat. Tapi kondisi harga-harga telah menyulut emosi rakyat. Jalan keluarnya pun tidak mudah. Dan Sajith memanfaatkan itu.
Demo luar biasa besar dan ricuh. Pemerintah sampai menyatakan negara dalam keadaan darurat. Setidaknya selama 36 jam ke depan.
Sri Lanka merdeka sejak 1948 –tapi jadi Republik di tahun 1972. Demokrasi di Sri Lanka –juga di Pakistan– kini dalam ujian.