Di Pakistan yang membelot itu 24 orang. Cara membelotnya pun dramatik. Mereka tidak hanya menyeberangi lantai. Mereka juga menyeberangi jalan. Berhari-hari mereka bersembunyi di suatu tempat. Tidak jauh dari \'\'perumahan\'\' DPR. Alasan mereka: untuk menyelamatkan diri dari ancaman.
Tempat persembunyian mereka itu yang jadi masalah: di Sindh House. Itu mirip hotel bintang lima. Bagus. Mewah. Dengan halaman yang luas. Perbukitan di belakangnya. Secara hongsui itu membawa hoki: bersandar ke gunung, memandang ngarai yang luas.
Dari namanya saja Anda sudah tahu: \'\'hotel\'\' itu milik Pemda Provinsi Sindh. Itulah provinsi terpenting kedua di Pakistan. Pejabat-pejabat dari Sindh tinggal di situ –kalau lagi ada urusan di ibu kota Islamabad.
Pemda Sindh perlu membangun itu karena, sebagai IKN baru, kala itu, Islamabad dianggap belum punya hotel yang memadai.
Provinsi Sindh selalu dikuasai PPP –partainya keluarga Bhutto yang ikut menggulingkan Imran. Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto memang orang Sindh. Meninggal digantung. Benazir Bhutto, anaknya, yang juga pernah menjabat perdana menteri, meninggal ditembak.
Ketika itu Zardari Bhutto yang masih 17 tahun diangkat jadi ketua partai. Ia menggantikan Sang Ibu. Sampai sekarang. Kini Zardari umur 30 tahun. Jadi anggota DPR.
Mungkin karena masih merasa terlalu muda, Zardari tidak bersaing untuk merebut kursi perdana menteri. Ia pilih mendukung Shehbaz Sharif dari Punjab.
Provinsi Punjab selalu dikuasai partai PMN-N milik keluarga Nawaz Sharif.
Imran tidak mendapat tempat di dua provinsi utama itu. Ia orang Pashtun, meski lahir di Lahore, ibu kota Punjab. Waktu Imran jadi anggota DPR dapilnya memang Mianwali, masih masuk Punjab, tapi distrik ini di perbatasan Boluchistan –provinsi miskin yang suku Pashtunnya dominan.
Maka di Pakistan itu, Sindh milik Bhutto. Punjab milik Sharif. Dan Imran hanya mungkin kebagian tempat di Balochistan. Tragisnya, yang kemarin la shodiqon wala aminan itu justru dari sana.
Masih ada satu provinsi lagi di Pakistan. Terlalu kecil untuk jadi basis politik: Khyber.
Bahwa mereka bersembunyi di Sindh House - -dalam istilah politik di Indonesia disebut \'\'dikarantina\'\'– itulah yang mencurigakan: mereka pasti telah dibeli. Atau dipaksa. Agar Imran jatuh.
Tentu, waktu itu, wartawan mengejar mereka ke tempat persembunyian itu. \"Memangnya kami ini anak-anak kok bisa dipaksa,\" kata mereka.
\"Apakah kalian akan memberikan suara ke blok oposisi?\" tanya wartawan Pakistan saat itu.