JAKARTA - Pasca penetapan tersangka mafia minyak goreng, bukan berarti persoalan selesai dan kebutuhan minyak sawit dapat segera terpenuhi.
Namun, pemerintah (state duty to protect human rights) harus mengambil prakarsa pembenahan sistematis tata kelola kebijakan menutup segala peluang yang dimanfaatkan untuk mengeruk untung di tengah penderitaan rakyat.
Hal ini seperti dikatakan Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani, Minggu (24/4).
Fakta bahwa Indonesia merupakan negara produsen CPO terbesar di dunia, tidak mampu menutupi buruknya sistem tata kelola perkebunan kelapa sawit yang masih menyisakan kompleksitas persoalan di semua lini.
\"Tata kelola kawasan yang tumpang tindih, data luasan perkebunan sawit yang berbeda-beda, massifnya kebun sawit di kawasan hutan, serta praktek korupsi di sektor sawit, dan sebagainya, menjadi tugas besar agar kemandirian komoditas ekspor penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, dapat dikelola secara berdaulat dan berkelanjutan (sustainable palm oil) dengan mengedepankan aspek sosial dan lingkungan,\" ungkap Ismail.
Menurutnya, negara dianggap gagal memenuhi komitmen Hak Asasi Manusia (HAM) atas pangan karena terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga bahan pokok minyak goreng yang ternyata adanya mafia minyak goreng.
Ismail mengatakan, kelangkaan dan kenaikan harga bahan pokok minyak goreng yang terjadi selama beberapa bulan ini menunjukkan lemahnya komitmen dan akuntabilitas pemerintah terhadap mitigasi hak atas pangan sebagai kovenan dasar HAM, dalam kerangka mewujudkan keamanan pangan dan kedaulatan pangan (food sovereignty).
\"Dalih bahwa dinamika politik global, serta transisi pada biodiesel turut memengaruhi inflasi dan pasokan CPO, tidak lantas menihilkan tanggung jawab negara,\" ujar Ismail, Minggu (24/4).
Ismail turut mengomentari ditetapkannya empat orang sebagai tersangka kasus persetujuan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan pejabat di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan tiga perusahaan sawit besar.
\"Sebagai langkah hukum pemberantasan mafia minyak goreng, menunjukkan adanya persoalan tata kelola kebijakan yang berpotensi menjadi celah yang dimanfaatkan para mafia komoditas bahan pokok,\" kata Ismail.
Terhadap persoalan tersebut, Setara Institute, kata Ismail, menyampaikan beberapa pandangan.
Pertama, langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut kasus mafia minyak goreng patut diapresiasi.
\'Nama-nama perusahaan dan pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka merupakan aktor penting dan strategis dalam sektor sawit di Indonesia. Hanya saja, lebih lanjut, respons pemerintah yang terkesan lamban dan membiarkan persoalan berlarut-larut tanpa solusi kebijakan, memicu ragam kritik dan tuntutan publik,\" jelas Ismail.