Konflik Baru di Tanah Lama, Pertamina Harus Mencabut Status Zona Merah
Eko Suprayitno--
JAMBIEKSPRES.CO.ID- Di suatu sore yang tenang, angin berhembus lembut di teras rumah Eko Suprayitno. Laki-laki berusia 74 tahun itu baru saja pulang dari salat Ashar ketika ia mempersilakan seorang wartawan Jambi Ekspres duduk di kursi besi yang sudah ia pakai sejak puluhan tahun silam.
Dari tempat itu, ia bisa melihat masjid di sisi kanan pompa Pertamina, tempat ia tumbuh dari kecil.
BACA JUGA:20 Calon Direksi PDAM Tirta Mayang Lulus Administrasi, Berikut Nama-namanya
Tak ada yang berubah banyak kecuali satu hal yang kini membuat napasnya terasa sesak, rumah dan tanah yang ia tempati sejak 1967, tiba-tiba dinyatakan masuk zona merah Pertamina.
“Empat sertifikat kami ada, semuanya sah. Tapi semua dianggap berada di dalam kawasan Pertamina,” ujarnya pelan, sambil membuka lembar dokumen berusia puluhan tahun, termasuk bukti bayar PBB.
Suprayitno lahir di Kenali Asam pada 1951. Ia tumbuh melihat deretan pohon karet, jalan tanah dan belukar, dan beberapa sumur minyak Pertamina yang jaraknya ratusan meter dari rumah-rumah warga. Salah satu sumur di depan rumah nya itu dibangun saat ia masih berusia lima tahun.
BACA JUGA:Progres Jalan Tol Palembang-Betung Capai 85,74%, HK Terapkan Metode Khusus di Sungai Musi
Namun pada 1967, sebuah keputusan Pemerintah Kabupaten Batanghari mengubah nasib masyarakat setempat. Saat itu, pemerintah menagih pajak bumi dan bangunan kepada Pertamina untuk lahan-lahan yang dinilai berada di bawah penguasaan perusahaan migas tersebut. Pertamina keberatan.
Sebuah tim dibentuk Pemerintah Batanghari disebut tim A. Audit dilakukan, yang kesimpulannya sebagian lahan itu dinyatakan terlantar, termasuk kawasan pemukiman rakyat.
BACA JUGA:Laka Tunggal di Sungai Penuh, Mobil Masuk Sawah Pengemudi Diduga Pingsan
Status “terlantar” itulah yang membuka peluang bagi masyarakat untuk mengurus sertifikat hak milik. Pemerintah daerah mengabulkan, karena dari situlah pendapatan daerah bisa tetap berputar. Sejak saat itu, warga membayar pajak, membangun rumah, mendirikan keluarga, dan menjalani hidup seperti masyarakat pada umumnya tanpa gangguan.
“Tidak ada masalah sama sekali, dari tahun 1967 sampai 2024. Tidak pernah,” kata Suprayitno.
Suasananya berubah cepat, seperti petir di langit cerah. Empat bulan terakhir, warga Kenali Asam mendapati kenyataan pahit, lahan mereka dinyatakan masuk zona merah Pertamina.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



