Makaradwipa Gelar Diskusi Publik Terkait Ekosistem Seni Pertunjukan, Festival Bagi Pemajuan Kebudayaan
Komunitas Makaradwipa Gelar Diskusi Publik Terkait Ekosistem Seni Pertunjukan, Festival Bagi Pemajuan Kebudayaan. -Foto: Istimewa-
JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Festival budaya kini semakin marak digelar di berbagai daerah, baik di tingkat nasional maupun lokal, termasuk di Jambi.
Kementerian, Dinas, dan Instransi pemerintah, aktif memfasilitasi berbagai acara atau festival, guna melestarikan tradisi lokal sekaligus menarik minat wisatawan.
Ragam kegiatan seperti seni pertunjukan, pameran seni rupa, dan kuliner khas menjadi daya tarik utama yang turut memeriahkan perhelatan budaya di berbagai wilayah Indonesia.
Sebagai tanggapan atas maraknya festival tersebut, Makaradwipa, sebuah komunitas budaya yang aktif di Jambi, menggelar diskusi bertajuk Diskusi Makaradwipa #3 “Ekosistem Seni Pertunjukan dalam Pemajuan Kebudayaan Nasional” diadakan pada 23 Oktober 2024 di Kopi Rakyat Skena, Mendalo, Muaro Jambi.
Acara ini menghadirkan dua narasumber penting yakni Fafa Utami, M.Sn., selaku kurator dan produksi platform Dana Indonesiana Kemendikbudristek (2018-2023), serta Jafar Rassuh, seorang pemerhati budaya asal Jambi. Diskusi ini dimoderatori oleh Masvil Tomi, salah satu anggota komunitas Makaradwipa.
Dalam diskusi tersebut, Fafa Utami menekankan bahwa festival budaya yang ideal bukan sekadar perhelatan besar, melainkan yang benar-benar tumbuh dari pengetahuan lokal dan memiliki keberlanjutan. Menurutnya, pengetahuan lokal harus dikelola dengan baik sehingga dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat luas.
“Festival yang sukses adalah yang mampu mengangkat kekayaan budaya daerah, bukan sekadar menarik wisatawan, melainkan menciptakan dampak positif bagi masyarakat setempat” ujar Fafa.
“Yang penting bukan seberapa besar acara atau seberapa lama berlangsung, melainkan seberapa besar dampaknya bagi kebudayaan dan masyarakat,” tambah Masvil Tomi, menegaskan poin penting tentang dampak nyata dari sebuah festival.
Selain itu, Fafa juga menyoroti pentingnya sinergi antara berbagai pihak dalam pengembangan budaya. Masyarakat, komunitas budaya, pemerintah daerah, kementerian, dan pembuat kebijakan harus bekerja bersama dalam semangat gotong royong.
Ia menjelaskan, keberhasilan dalam memajukan kebudayaan tidak bisa diukur semata-mata dari anggaran yang tersedia, melainkan dari bagaimana kolaborasi antarpihak tersebut mampu menciptakan ekosistem budaya yang hidup dan relevan dengan masyarakat.
Sementara itu, Jafar Rassuh menyoroti kondisi ekosistem budaya di Jambi yang menurutnya belum berjalan dengan baik. Ia mengidentifikasi beberapa masalah, seperti konsep yang kurang jelas akibat kurangnya pemahaman terhadap akar budaya (pengetahuan lokal), serta terlalu bergantung pada anggaran pemerintah.
Selain itu, kegiatan budaya yang sering kali diadakan oleh pihak berwenang cenderung tidak merujuk pada Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang seharusnya menjadi acuan penting. Ia juga menekankan bahwa dokumen PPKD sendiri sulit diakses oleh masyarakat, dan sering kali tidak diperbarui sehingga relevansinya berkurang.
Diskusi ini menegaskan bahwa festival budaya bukan sekadar produk atau acara sesaat, melainkan salah satu upaya dalam pemajuan kebudayaan, yang mestinya dikelola secara berkelanjutan.
Kebudayaan harus dihidupkan melalui kerja sama yang baik antara berbagai pihak dan pemangku kepentingan, terutama dalam mengangkat pengetahuan lokal dan membangun kerangka kerja gotong royong. Dengan begitu, denyut kebudayaan daerah akan tetap hidup dan berkembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: