>

TENG! Berikut Total Pengaduan Masyarakat ke Ombudsman Jambi Terkait Hasil Seleksi PPPK

TENG! Berikut Total Pengaduan Masyarakat ke Ombudsman Jambi Terkait Hasil Seleksi PPPK

Kepala Perwakilan Ombudsman Jambi, Saiful Roswandi--

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Sebanyak 260 laporan masyarakat masuk ke Ombudsman RI Perwakilan Jambi terkait tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Atas tanggapan masyarakat ini akan ditindaklanjuti oleh lembaga pengawasan pelayanan publik ini.

Kepala Perwakilan Ombudsman Jambi, Saiful Roswandi menyampaikan laporan masyarakat mengenai komplain hasil kelulusan PPPK sudah ditindaklanjuti.

Menurut Saiful pihaknya telah melakukan gelar perkara dan terinventarisir lebih dari 260 laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman.

"Pada Rabu lalu sudah sampaikan surat kepada BKN Regional di Palembang dan juga Pj Bupati Kerinci serta Walikota Sungai Penuh untuk dimintai keterangan dalam minggu depan," ucapnya.

Ia berharap mereka bisa memenuhi undangan ini agar persoalan komplein kelulusan PPPK bisa cepat diselesaikan dan mendapat kepastian hukum bagi seluruh masyarkat terutama bagi yang ada mempunyai komplain.

"Kita tegaskan kita tidak mempersoalkan siapa yang lulus atau siapa yang tidak lulus tapi kami ingin melihat lebih jauh terhadap prosedural mekanisme dan aturan yang berlaku atas terselenggaranya seleksi PPPK ini," kata Saiful.

Adapun Ombudsman Jambi menerima banyak konsultasi maupun pengaduan terkait dugaan kecurangan Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)  di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Bahkan ada informasi yang masuk ke Ombudsman adanya intimidasi dan ancaman dari oknum pejabat terhadap peserta yang melakukan protes. 

Saiful Roswandi, menegaskan bahwa pejabat publik harus menerima seluruh protes dan masukan dari masyarakat terkait Seleksi PPPK tersebut. Jangan ada intimidasi maupun ancaman terhadap peserta tes yang menyampaikan pendapatnya.

"Tidak boleh itu adanya ancaman maupun intimidasi terhadap peserta tes yang protes. Itu bentuk sikap atau mental feodalistik. Ini era Demokrasi. Pejabat harus bisa menerima kritik.  Kalau tidak mau dikritik, ya tidak usah jadi pejabat. di era demokrasi kok begitu," katanya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: