Petani: Masa Depan Industri Kelapa Sawit Indonesia

Petani: Masa Depan Industri Kelapa Sawit Indonesia

Wawan Dinawan--

Oleh Wawan Dinawan

Komoditas yang Terus Berkembang

Tidak ada yang menyangka, tanaman yang berasal dari Afrika dapat tumbuh dengan sangat baik di negara yang memiliki iklim tropis. Dahulu, tanaman ini hanya dijadikan sebagai hiasan.

Buktinya, pada perumahan-perumahan besar di Indonesia, tanaman ini masih sering dijumpai dipinggir jalan utama. Kini, tanaman yang bernama latin elaeis guenensis ini menjadi tanaman yang menghasilkan minyak nabati terbesar di dunia.

Setelah proses industrialisasi kelapa sawit yang ditandai oleh lahirnya perusahaan-perusahaan perkebunan, kelapa sawit mulai dibudidayakan oleh petani. Pemerintah Republik Indonesia menggulirkan program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang dikombinasikan dengan pprogram transmigrasi pada era 1980an. 

Di Provinsi Sulawesi Barat, saya berinteraksi dengan petani kelapa sawit yang lahir dari program PIR-Trans. Lima desa yang disebut dengan satuan pemukiman (SP) dibangun khusus untuk mengembangkan kelapa sawit. Petani dan perusahaan didatangkan secara khusus untuk membangun komoditas ini.

Sementara di Provinsi Jambi, saya berinteraksi dengan petani yang lahir dari program Trans-PIR. Petani transmigran datang terlebih dahulu sebelum adanya program PIR. Petani terlebih dahulu menanam komoditas hortikultura sebelum lahan usahanya ditanami oleh kelapa sawit bekerjasama dengan perusahaan inti.

Pada tahun 2000, Biro Pusat Statistik (BPS) mencatatkan Perkebunan Rakyat (PR) atau kebun yang dikelola oleh petani mencapai 1,16 juta hektar. Sementara itu Perkebunan Besar Swasta (PBS) mengelola lahan sebesar 2,4 juta hektar dan Perkebunan Besar Negara (PBN) mengelola lahan sebesar 580 ribu hektar. Artinya, Perkebunan Rakyat mengelola 28,06% dari  total luas lahan yang dikelola untuk perkebunan kelapa sawit. Sementara Perkebunan Besar Negara berkontribusi sebesar 14,14% dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 57,80%.

Pada akhir era 1990-an dan awal 2000-an, Program PIR berkembang dengan hadirnya program PIR-KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) yang mekanismenya tidak berbeda signifikan dengan program PIR sebelumnya.

Sementara itu, petani yang telah mendapatkan manfaat dari program PIR mencoba mengembangkan usahanya dengan membuka kebun secara mandiri. Tidak ketinggalan, masyarakat yang semula tidak menaruh perhatian pada kelapa sawit mulai mengalihkan (mengkonversi) komoditas usahanya dari komoditas lain menjadi kelapa sawit. Perusahaan juga mulai mengembangkan bisnisnya dengan program kemitraan.

Akhirnya, pada tahun 2021, BPS mencatatkan total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebesar 14,62 juta hektar yang terdiri dari Perkebunan Besar Negara sebesar 550 ribu hektar (3,76%), Perkebunan Besar Swasta sebesar 8,04 juta hektar (55%), sedangkan Perkebunan Rakyat sebesar 6,03 juta hektar (41,24%).

Dalam 20 tahun terakhir, luas perkebunan sawit naik 251,65%. Dari data tersebut, Perkebunan Besar Negara turun 6,43%, Perkebunan Besar Swasta naik sebesar 235,62%, sementara Perkebunan Rakyat mencatatkan kenaikan terbesar yakni 416,80%. Kami memperkirakan perkebunan rakyat akan terus tumbuh seiring dengan industri kelapa sawit yang masih menjanjikan disamping moratorium pembukaan perkebunan kelapa sawit. (*)

*) Penulis adalah Pemerhati Kelapa Sawit dan tulisan ini bersambung

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: