Tak Terima Putusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh, Pemilik Tanah Bersertifikat: kami Dikalahkan Bukan Kalah
Pengadilan Negeri Sungai Penuh--
Selain itu menurut tergugat, fotokopi surat dapat diterima dalam persidangan apabila dapat dicocokkan dengan aslinya, dan kekuatan pembuktiannya sama seperti surat aslinya. Akan tetapi bukti surat perjanjian dari penggugat ini tak ada yang asli.
"Sedangkan penggugat hanya melampirkan 3 alat bukti, satu di antaranya yakni surat perjanjian tapi tidak ada yang asli, hanya fotokopi. Kalau merujuk pada 4 yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang menyatakan jika bukti surat berupa fotokopi merupakan alat bukti yang tidak sah. Sehingga putusan untuk memenangkan pihak penggugat dalam perkara perdata nomor 68 ini adalah putusan yang menyalahi undang-undang, " kata tergugat
"Pada Yurisprudensi ada 4, bahwasanya bukti fotokopi itu tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah. Berarti disini kan terjadi keanehan, kenapa hakim menggunakan fotokopi menjadi bukti yang sah, ini kan bertentangan dengan undang-undang. Untuk itu Kami menilai hakim salah dalam memutus perkara ini, " jelasnya
Sementara itu Pengadilan Negeri Sungai Penuh dimintai tanggapan terkait putusan ini belum memberikan keterangan, saat didatangi di pengadilan negeri ruangan PTSP, petugas mengatakan bagian humas sedang berada di luar. "Nanti Senin ini bisa kembali lagi, " ujar pegawai pengadilan negeri sungai penuh.
Untuk diketahui, sebelumnya perkara perdata sebidang tanah yang terletak di Desa Koto Iman sebelum pemekaran, atau Desa Agung Koto Iman, Kecamatan Tango setelah pemekaran sudah dikuasai tergugat sejak dulu, dan disertifikatkan tahun 1984. Namun pada tahun 2021 masuk gugatan dari Aidiah yang mengatakan tanah tersebut merupakan tanah pusaka tinggi, yang menjadi miliknya, hingga dilanjutkan ke persidangan. Dan dalam putusan itu hakim pengadilan Negeri sungai penuh memutuskan Niet Ontvankelijke Verklaard atau disebut sebagai Putusan NO, putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.
Namun pada 2022 Penggugat Aidiah melalui kuasa hukumnya kembali mengajukan gugatan tetapi saat itu gugatan dicabut kembali. Kemudian digugat lagi pada Oktober 2022, hingga keluar putusan hakim pada Kamis (25/5/2023) yang mengalahkan tergugat selaku pemilik sertifikat tanah tersebut.
Putusan inilah yang diprotes para tergugat perkara perdata nomor 68/Pdt.G/2022/PN-Spn, menilai putusan hakim tidak adil. Karena tergugat memiliki sertifikat dan 4 bukti lainnya yang jadi dasar pemilikan tanah tersebut. Bahkan tergugat akan melakukan banding di Pengadilan Tinggi Jambi dan hingga ke tingkat Mahkamah Agung RI. (Hdp)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: