Disinformasi Politik Dan Tantangan Pemilu 2024

Disinformasi Politik Dan Tantangan Pemilu 2024

Faizarman--

Oleh : Faizarman

Media sosial menjadi wadah dominan dalam memengaruhi aktivitas masyarakat. Di era digital saat ini, media sosial sudah berubah menjadi kebutuhan sehari-hari manusia, khususnya masyarakat Indonesia.  

 

Kekuatan media sosial membuat berbagai pihaknya beramai-ramai memanfaatkannya sebagai serana komunikasi publik. Tidak terkecuali bagi para para politikus dan partai politik yang menggunakannya sebagai alat dan serana kampanye.

Meski efektif dalam menyampaikan informasi, namun media sosial kerap disalahgunakan sebagai alat penyebaran disinformasi politik atau berita hoaks. Terlebih pada tahun politik, terutama menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang saat ini tahapannya tengah berjalan. 

Pada Pemilu 2019, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat setidaknya ada 486 kasus dugaan pelanggaran kampanye di media sosial, termasuk penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian.

Temuan ini bisa saja meningkat pesat, seiring meningginya tensi politik menuju hajatan besar demokrasi di tanah air, Pemilihan Legilsatif (Pileg) dan pemilihan presiden dan wakil presiden  (Pilpres) 2024. 

 Penyalahgunaan penggunaan media sosial ini bisa berdampak negatif terhadap kerekatan bangsa. Ia bisa memecah belah, memunculkan konflik sosial yang bermuara pada perpecahan ditengah masyarakat.

Salah satu yang menjadi trending topik pada Pemilu 2019 lalu adalah hoaks mengenai kotak suara berbahan kertas anti air dan DPT 17,5 juta suara bermasalah yang dituduhkan untuk memuluskan kemenangan salah satu kandidat di Pilpres. 

Isu semacam ini menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat dan mengancam integritas dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Bahkan disinformasi semacam ini  bisa menggerus kepercayaan publik terhadap proses pelaksanaan Pemilu yang tengah berjalan. 

Pencegahan, Penguatan literasi Dan Keterbukaan Informasi Jadi Solusi

Melihat besarnya dampak disinformasi politik yang bisa mengancam suksesi Pemilu 2024, maka sudah seharusnya kita menyadari ini menjadi persoalan yang harus diatasi secara bersama-sama. 

Berbagai langkah harus diambil guna meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan disinformasi politik. Komitmen yang kuat harus ditanamkan bersama-sama dan sedini mungkin, mengingat disinformasi politik ini bisa sudah menyasar semua tingkatan usia.  

Karenanya, pencegahan salah satu yang harus menjadi perhatian stackeholder, mulai dari pemerintah, penyelenggara pemilu dan kolompok penggiat media sosial. Kemudian menjalin hubungan kerjasama dengan platform media sosial untuk membantu mengidentifikasi dan menyaring konten palsu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: