Rudini Oei Jalani Sidang Pertama Praperadilan di PN Jambi

Rudini Oei Jalani Sidang Pertama Praperadilan di PN Jambi

Rudini Oei menjalani sidang pertama praperadilan--

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Pengadilan Negeri Jambi menggelar sidang pertama praperadilan yang diajukan tersangka Rudini Oei yang diduga melakukan penyerobotan tanah di Desa Kebun 9, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi seluas 21.540 meter persegi di Ruang Sidang Cakra II Senin (13/3).

Pada sidang yang teregister dengan nomor perkara 3 / Pid.Pra /2023 / PN JMB ini memiliki agenda pembacaan gugatan dari pemohon kepada termohon yakni Polda Jambi cq Ditreskrimum Polda Jambi.

Rudini Oie sebelumnya ditetapkan tersangka oleh penyidik Polda Jambi dengan Surat Penetapan Tersangka Nomor R/32.A/II/RES.1.24./ 2023/ Ditreskrimum Polda Jambi tertanggal 27 Februari 2023 dalam kasus penyerobotan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 KUHPidana atau Pasal 389 KUHPidana. Suwarjo, SH, hakim tunggal dalam sidang yang dimulai pukul 09.00 WIB tersebut mengatakan proses sidang praperadilan tersebut akan berjalan selama tujuh hari ke depan dengan agenda pertama pembacaan gugatan dari pemohon dan dilanjutkan sidang hari kedua jawaban dari termohon

"Sidang pertama, kami minta kuasa hukum pemohon untuk membacakan gugatan dan nanti akan dijawab tergugat. Untuk sidang pertama ditutup dan dilanjut besok Selasa (14/3) pukul 9.00 WIB dan Senin (20/3) mendatang pembacaan keputusan," kata Hakim yang memulai sidang.

Selanjutnya hakim mempersilahkan kuasa hukum pemohon untuk membacakan gugatan.

Bunga Meisa Rouly Siagian, SH, M.Sc, didampingi Ricka Kartika Barus, SH,MH, LL.M,CCDC dan Al-Qadri Rahman, SH dari Kartika & Raouly selalu Kuasa Hukum Rudini Oie dalam sidang menyatakan, penetapan tersangka kliennya tidak sah. Faktanya,  kasus penyerobotan tanah ini masih berproses diupaya hukum perdata dan kliennya adalah pemilik sah dari tanah yang disengketakan karena masih memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) 98 yang berada di Desa Kebun 9, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi seluas 21.540 meter persegi. Kemudian, kliennya selalu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya atas tanah yang dimaksud.

"Penetapan tersangka klien kami sangat jauh dari rasa keadilan dan tidak beralasan. Kita tahu bahwa sengketa ini masih berproses diranah upaya hukum perdata, sehingga seharusnya apabila benar-benar memahami peraturan perundangan, hal ini sebenarnya tidak dapat terjadi begitu saja. Penetapan tersangka klien kami jelas merupakan bentuk kesewenang-wenangan dari pihak Polda Jambi dan kami akan terus memperjuangkan hak-hak klien kami melalui proses upaya hukum yang ada," tegas Bunga.

Selanjutnya, penyidik Polda Jambi tidak melampirkan bukti yang cukup  sebelum menetapkan status tersangka.  Dalam hal ini Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/32/II/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tidak tertera informasi terkait minimal dua alat bukti yang harus dipenuhi sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka.

Bahwa surat pemberitahuan penetapan tersangka Nomor:R/32.a/II/RES.1.24./2023/Ditreskrimum diberikan kepada klien kami  tanpa melampirkan berkas surat ketetapan tentang penetapan tersangka Nomor: S.Tap/32/II/RES.1.24./2023/Ditreskrimum yang seharusnya terlampir dalam surat pemberitahuan tersebut, surat tersebut merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dan mencantumkan alasan penetapan tersangka kliennya.

Fakta lainnya, hingga saat ini belum ada sertifikat hak milik atas nama orang lain di atas tanah milik kliennya, belum ada penerbitan sertifikat baru terhadap sertifikat tersebut sehingga sampai saat ini tanah tersebut masih atas nama kliennya kami, sehingga klien kami menguasai tanah tersebut secara fisik dan yuridis dengan sah.

"Klien kami masih melakukan kewajiban-kewajiban selaku pemilik tanah seperti membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah tersebut. Keberadaan sertifikat hak milik atas nama klien kami merupakan alat bukti yang paling kuat terhadap hak kepemilikan tanah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada," jelasnya.

Kejanggalan lainnya, bahwa awal proses laporan pidana terhadap klien kami tertanggal 12 Oktober 2020 yakni Laporan Polisi Nomor: LP/B-242/X/2020/SPKT C. POLDA JAMBI, dan baru mendapatkan perintah penyidikan pada tanggal 12 Oktober 2022 melalui Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/138/X/RES.1.24/2022/Ditreskrimum tanggal 12 Oktober 2022.  Artinya dari awal proses pelaporan tindak pidana yang dituduhkan kepada klien kami  ke proses perintah penyidikan membutuhkan waktu sampai 2 (dua) tahun lamanya.  Kemudian pada pemberitahuan penetapan tersangka membutuhkan waktu hingga 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan lamanya.

Kemudian,  ditemukan ketidakwajaran  yang  terjadi terhadap  Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor: R/32.a/II/RES.1.24./2023/Ditreskrimum yang menuangkan salah satu dasarnya ialah Laporan Polisi Nomor: LP/B-242/X/2020/SPKT C. POLDA JAMBI tertanggal 12 Oktober 2020. Hal ini menunjukkan bahwa Laporan telah dilakukan pada tahun 2020 lalu penetapan tersangkanya baru dilakukan pada tahun 2023. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, apa yang terjadi? Apa yang membuat tiba-tiba klien kami ditetapkan menjadi tersangka tanpa ada peristiwa baru apapun.

Menurut Bunga, penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan cerminan penerapan hukum yang sewenang-wenang, karena mengingat sengketa tanah dimaksud masih dalam proses hukum perdata, dan tanpa disertai bukti yang cukup. Disisi lain, klien kami adalah pemilik sah dari Tanah yang disengketakan tersebut yakni berupa Sertifikat Hak Milik (SHM). Oleh karenanya, apabila aparatur penegak hukum negara dalam hal ini penyidik Polda Jambi melakukan proses penetapan Tersangka kepada klien kami yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka dapat dianggap telah melakukan kesewenang-wenangan dan menciderai nilai keadilan masyarakat;

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: