Bagian 13: “It’s Been Nice to Love You”

Bagian 13: “It’s Been Nice to Love You”

ilustrasi--

Magenta tersenyum kecil, drama pagi hari yang terjadi antara Cipta dan Jeje sedikit menghibur hatinya yang luka semalam. Ia dan Jeje luar biasa hebat, kedunya pantas diacungi jempol karena keahlian berakting mereka, bahkan Magenta ragu, Jeje yang meraung semalam samakah dengan Jeje yang tertawa tanpa beban di dalam mobil ini.

Hari ini hari keberangkatan, Magenta dan Cipta, Vienna. Kota yang nan jauh disana menyimpan banyak mimpi dan hatinya. Kota kelahirannya yang akan ia injak kembali dalam waktu beberapa jam kedepan.

Lewat bayang – bayang yang terpantul di kaca mobil, Magenta menatap seksama Jeje, takut – takut ini terkahir kalinya ia melihat tawa laki – laki yang memenuhi rongga hati dan kepalanya itu, sebab sepulangnya ia dari Vienna, Magenta pikir ia akan mengambil sebuat keputusan besar lainnya dalam hidupnya, selain saat ia dipilihkan harus hidup bersama Ayah atau Ibunya.

Matanya berkaca – kaca, ada tangis yang mati – matian ia bendung, ternyata sakit yang ia kira tak terasa, jauh lebih terasa disaat – saat seperti ini, sangat dekat dengan raganya, tapi terlalu sulit digapai olehnya.

Pikiran Magenta melayang menembus angan yang bahkan tak ia sadari, kini ia berdiri dengan koper ditangannya, dua sahabat itu tengah mendramatisi satu sama lain, padahal perpisahan ini bukan untuk selamanya. Lalu mengapa keduanya menangis seolah akan berpisah dua alam.

Magenta turut andil dalam drama itu, masih dengan Magenta yang biasanya, dingin juga cuek. Tidak banyak kata antaranya dan Jeje yang terjadi, pelukan dan senyuman itu diam – diam mensyiratkan luka keduanya, luka yang sama – sama tak akan sembuh jika bukan satu sama lain obatnya. Sampai kapan kedunya ini pakai logika, perihal hati itu, akal tidak akan berguna. 

“It’s been nice to love you,” Diantara samar – samarnya suara, bisikan itu sampai dengan jelas di telinga Magenta, tidak ada raut yang berarti selain senyuman kecil. Andai Magenta bisa, ia akan jadi egois, untuk menahan Jeje untuk selalu bersama dia, sekali saja, apa Magenta tidak bisa mencapai mimpinya yang ini walau rasanya mustahil.


Ari Hardianah Harahap--

Dan langkah kedunya mulai berjauhan, Magenta masih tersenyum, melambai dengan riang seolah tidak ada apa – apanya, padahal sebalik saja, sedetik saja, agar Jeje tidak berpaling dengan cepat, maka disana, ada Magenta yang mengusap kedua matanya, Magenta itu tetap lemah, perihal apapun mengenai perasaan. Dan Jeje buat ia seperti manusia kehilangan akal hanya sebab sebuah perpisahan yang dipaksakan. (bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: